Tuesday, September 29, 2015

Sifat-sifat Nabi Sebelum Diutus



PENDAHULUAN
Kehidupan bangsa Arab sebelum diutusnya Rasulullah berada dalam kekacauan yang luar biasa. Mereka menyekutukan Allah, banyak berbuat maksiat, tidak memiliki norma, percaya kepada khurafat, dan berbagai bentuk kebobrokan moral lainnya.
Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi Wasallam, yang merupakan nabi dan rasul terakhir, diutus di saat tiadanya para rasul. Vakumnya masa itu dari para pembawa risalah dikarenakan Allah murka kepada penduduk bumi baik orang Arab dan selainnya, kecuali sisa-sisa dari ahlul kitab (Yahudi dan Nasrani) yang mereka telah meninggal.
Saat itu, memang hanya satu di antara dua orang ahlul kitab yang berpegang dengan kitab yang sudah dirubah atau dihapus, atau dengan agama yang punah, baik bangsa Arab atau lainnya. Sebagiannya tidak diketahui dan sebagian yang lain sudah ditinggalkan. Akibatnya, seorang yang ummi (tidak bisa baca tulis) hanya bisa bersemangat beribadah namun dengan apa yang ia anggap baik dan disangka memberi manfaat baik berupa bintang, berhala, kubur, benda keramat, atau yang lainnya.
Manusia saat itu benar-benar dalam kebodohan, ucapan-ucapan yang mereka sangka baik padahal bukan, serta amalan yang disangka baik padahal rusak. Paling mahirnya mereka adalah yang mendapat ilmu dari warisan para nabi terdahulu namun telah samar bagi mereka antara haq dan batil. Atau yang sibuk dengan sedikit amalan meski kebanyakannnya mengamalkan bid’ah yang dibuat-buat. Walhasil, kebatilannya berlipat-lipat kali dari kebenarannya. inilah gambaran ringkas keadaan manusia yang sangat parah saat itu, khususnya di kota Makkah dan sekitarnya.
Berangkat dari permasalahan diatas, disini penulis ingin sedikit mengupas lebih mendalam mengenai sifat-sifat nabi sebelum diutus menjadi rasul yang terdapat dalam kitab muqaddimahnya sunan ad-Darimi dengan nomor hadis 10-12.
PEMBAHASAN
A.  Sifat Nabi Sebelum Diutus, hadis ke-10 dalam Muqaddimah Sunan ad-Darimi
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَزِيدَ الْحِزَامِيُّ حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ عَمْرِو بْنِ أَبِي قَيْسٍ عَنْ عَطَاءٍ قَالَ كَانَ رَجُلٌ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَهُ إِلَيْهِ حَاجَةٌ فَمَشَى مَعَهُ حَتَّى دَخَلَ قَالَ فَإِحْدَى رِجْلَيْهِ فِي الْبَيْتِ وَالْأُخْرَى خَارِجَهُ كَأَنَّهُ يُنَاجِي فَالْتَفَتَ فَقَالَ أَتَدْرِي مَنْ كُنْتُ أُكَلِّمُ إِنَّ هَذَا مَلَكٌ لَمْ أَرَهُ قَطُّ قَبْلَ يَوْمِي هَذَا اسْتَأْذَنَ رَبَّهُ أَنْ يُسَلِّمَ عَلَيَّ قَالَ إِنَّا آتَيْنَاكَ أَوْ أَنْزَلْنَا الْقُرْآنَ فَصْلًا وَالسَّكِينَةَ صَبْرًا وَالْفُرْقَانَ اصْلً.
Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Yazid Al Hizami telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Sulaiman dari 'Amr bin Abu Qais dari 'Atha`, ia berkata; Salah seorang sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mempunyai keperluan dengan beliau. Ia berjalan bersama beliau, sampai ketika sudah memasuki rumah dan salah satu kaki beliau berada di dalam dan yang lainnya di luar rumah, seakan-akan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bercakap-cakap dengan seorang laki-laki, setelah itu beliau menoleh dan berbicara kepada sahabat tersebut: Tahukah anda siapa yang aku ajak bicara? dia adalah malaikat yang aku belum pernah melihatnya sebelum ini, malaikat tersebut meminta izin Rabbnya agar dapat mengucapkan salam kepadaku. Allah berfirman: "Sesungguhnya kami mendatangimu atau menurunkan Al Qur'an sebagai pemutus perkara dan As Sakinah sebagai kesabaran dan Al Furqon sebagai pedoman[1].
sifat nabi yang saya pahami dari hadis diatas, yaitu selalu terbuka dan tidak ada yang dirahasiakan yang membuat sahabat negative thinking atau dengan kata lain beliau bersifat al-Amin.
a.    Al-amin
Al-amin atau amanah artinya dapat dipercaya[2], Jauh sebelum menjadi Rasul beliau sudah diberi gelar al-Amin (yang dapat dipercaya). Sifat amanah inilah yang dapat mengangkat posisi Nabi di atas pemimpin umat atau nabi-nabi terdahulu. Pemimpin yang amanah yakni pemimpin yang benar-benar bertanggungjawab pada amanah, tugas dan kepercayaan yang diberikan Allah swt yang dimaksud amanah dalam hal ini adalah apapun yang dipercayakan kepada Rasulullah saw yang meliputi segala aspek kehidupan.
Firman Allah yang berbicara tentang al-Amin yang diemban oleh setiap manusia terdapat dalam surat Al-Ahzab 72, bunyinya:
إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَن يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنسَانُ  إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا.
Artinya :“Sesungguhnya kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir akan menghianatinya dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan bodoh”. (QS. Al-Ahzab: 72).
Berdasarkan ayat di atas menyatakan bahwa setiap manusia mempunyai amanah yang harus dipertanggungjawabkan kepada Allah swt. walau sekecil apapun amanat itu.
Sifat amanah yang ada pada diri nabi Muhammad saw. Memberi bukti bahwa beliau adalah orang yang dapat dipercaya, karena mampu memelihara kepercayaan dengan merahasiakan sesuatu yang harus dirahasiakan dan sebaliknya selalu mampu menyampaikan sesuatu yang seharusnya disampaikan. Sesuatu yang harus disampaikan bukan saja tidak ditahan-tahan, tetapi juga tidak akan diubah, ditambah atau dikurangi. Demikianlah kenyataannya bahwa setiap firman selalu disampaikan nabi sebagaimana difirmankan kepada beliau. Dalam peperangan beliau tidak pernah mangurangi harta rampasan untuk kepentingan sendiri, tidak pernah menyebarkan aib seseorang yang datang meminta nasihat dan petunjuknya dalam menyelesaikannya dan lain-lain.
Dalam riwayat lain beliau juga terlihat sifat al-Aminnya yaitu ketika beliau berdagang, beliau selalu jujur, mengatakan apa adanya sesuai kondisi barang serta tidak pernah menaikan harga melainkan mengatakan harga modalnya[3]
Dari situlah, ada sedikit gambaran sifat al-Amin nabi pada hadis ini, yang mana nabi tidak mau membuat sahabat penasaran atau berpikiran yang bukan-bukan kepada nabi saw.
B.  Sifat Nabi Sebelum Diutus, hadis ke-11 dalam Muqaddimah Sunan ad-Darimi
أخبرنا مجاهد بن موسى ثنا ريحان هو ابن سعيد ثنا عباد هو ابن منصور عن أيوب عن أبي سلامة عن أبي قلابة عن عطية انه سمع ربيعة الجرشي يقول أتي النبي صلى الله عليه وسلم فقيل له لتنم عينك ولتسمع أذنك وليعقل قلبك قال : فنامت عيناي وسمعت أذناي وعقل قلبي قال : فقيل لي سيد بنى دارا فصنع مأدبة وأرسل داعيا فمن أجاب الداعي دخل الدار وأكل من المأدبة ورضي عنه السيد ومن لم يجب الداعي ولم يدخل الدار ولم يطعم من المأدبة وسخط عليه السيد قال : فالله السيد ومحمد الداعي والدار الإسلام والمأدبة الجنة.
Telah mengabarkan kepada kami Mujahid bin Musa telah menceritakan kepada kami Raihan Ibnu Sa'id telah menceritakan kepada kami 'Abbad Ibnu Mansur dari Ayyub dari Abu Qilabah dari 'Athiyah bahwasanya ia mendengar Rabi'ah Al Jurasyi berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam didatangkan lalu dikatakan kepada beliau, silahkan mata baginda tidur, telinga baginda mendengar, dan hati baginda berpikir. Beliau berkata: maka mata saya melihat, telinga saya mendengar, dan hati saya berpikir. Ia berkata; saya memperoleh informasi "Ada seorang Tuan yang membangun rumah, lalu menyediakan jamuan, kemudian ia mengutus seorang untuk mengundang ke jamuan, barang siapa yang menyambut seruan penyeru dan memasuki rumah lalu makan hidangan maka baginda tersebut akan ridla kepadanya. Sebaliknya barang siapa yang tidak menyambut seruan penyeru dan tidak masuk ke rumah serta tidak makan hidangan, maka Tuan akan marah kepadanya. Lalu ia berkata: Tuan tersebut adalah Allah Subhanahu Wa Ta'ala, penyerunya adalah Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, rumahnya adalah Islam, dan hidangannya adalah surga[4].
Sifat yang saya tangkap dari hadis diatas adalah nabi selalu ingat kepada Allah (berdzikir) walaupun matanya tertutup dalam arti nabi selalu ingat kepada Allah dalam setiap keadaan.
a.    Selalu Ingat Kepada Allah dalam setiap Keadaan
Nabi saw telah menghimpun banyak kelebihan dari berbagai lapisan manusia selama pertumbuhan beliau. Beliau selalu menjadi sosok yang unggul dalam pemikiran yang jitu, pandangan yang lurus, mendapat sanjungan karena kecerdikan, kelurusan pemikiran, serta ketepatan dalam pemikiran. Dan salah satu sifat yang paling menonjol (signifikan) pada beliau sebelum diutus menjadi rasul adalah selalu ingat kepada Penciptanya (dzikrullah).[5]
Selalu ingatnya beliau kepada Tuhan terlihat dari kondisi zamannya yang pada waktu itu lagi maraknya khufarat, minum khamar, menyembah berhala, dan segala bentuk macam maksiat. Beliau selalu merasa risih terhadap masalah tersebut dan lebih senang dalam kesendiriannya beribadah kepada Allah swt.
Lebih-lebih ketika beliau sudah diutus menjadi rasul, Dalam riwayat lain juga disebutkan, walaupun mata nabi tidur tetapi hatinya senantiasa ingat kepada Allah swt. Dari Syarik bin Abdullah bin Abu Namir aku mendengar Malik bin Anas bercerita kepada kami tentang malam saat nabi saw isra dari masjid Ka'bah, tiga orang mendatangi beliau sebelum wahyu diturunkan kepadanya, sementara beliau tidur di Masjid al-Haram, yang pertama orang diantara mereka berkata " orang yang bagaimana dia diantara mereka? Yang pertengahan diantara ketiganya berkata, "dia sebaik-baik mereka, yang terakhir berkata ambilah orang terbaik diantara mereka. Maka demikianlah kejadiannya. Lalu beliau tidak melihat mereka hingga akhirnya mereka datang di suatu malam sebagaimana dilihat oleh hatinya. Nabi saw tidur kedua matanya tetapi hatinya tidak tidur. Lalu Jibril mengambilnya kemudian membawanya ke langit.
Kedua matanya tertidur namun hatinya tidak tidur, itu merupakan sebuah kekhususan nabi dari  umatnya, selain itu menjadi kekhususan beliau diantara para nabi[6].
C.  Sifat Nabi Sebelum Diutus, hadis ke-12 dalam Muqaddimah Sunan ad-Darimi
أخْبَرَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ عَنْ جَعْفَرِ بْنِ مَيْمُونٍ التَّمِيمِيِّ عَنْ أَبِي عُثْمَانَ النَّهْدِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ إِلَى الْبَطْحَاءِ وَمَعَهُ ابْنُ مَسْعُودٍ فَأَقْعَدَهُ وَخَطَّ عَلَيْهِ خَطًّا ثُمَّ قَالَ لَا تَبْرَحَنَّ فَإِنَّهُ سَيَنْتَهِي إِلَيْكَ رِجَالٌ فَلَا تُكَلِّمْهُمْ فَإِنَّهُمْ لَنْ يُكَلِّمُوكَ فَمَضَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَيْثُ أَرَادَ ثُمَّ جَعَلُوا يَنْتَهُونَ إِلَى الْخَطِّ لَا يُجَاوِزُونَهُ ثُمَّ يَصْدُرُونَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى إِذَا كَانَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ جَاءَ إِلَيَّ فَتَوَسَّدَ فَخِذِي وَكَانَ إِذَا نَامَ نَفَخَ فِي النَّوْمِ نَفْخًا فَبَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُتَوَسِّدٌ فَخِذِي رَاقِدٌ إِذْ أَتَانِي رِجَالٌ كَأَنَّهُمْ الْجِمَالُ عَلَيْهِمْ ثِيَابٌ بِيضٌ اللَّهُ أَعْلَمُ مَا بِهِمْ مِنْ الْجَمَالِ حَتَّى قَعَدَ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ عِنْدَ رَأْسِهِ وَطَائِفَةٌ مِنْهُمْ عِنْدَ رِجْلَيْهِ فَقَالُوا بَيْنَهُمْ مَا رَأَيْنَا عَبْدًا أُوتِيَ مِثْلَ مَا أُوتِيَ هَذَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ عَيْنَيْهِ لَتَنَامَانِ وَإِنَّ قَلْبَهُ لَيَقْظَانُ اضْرِبُوا لَهُ مَثَلًا سَيِّدٌ بَنَى قَصْرًا ثُمَّ جَعَلَ مَأْدُبَةً فَدَعَا النَّاسَ إِلَى طَعَامِهِ وَشَرَابِهِ ثُمَّ ارْتَفَعُوا وَاسْتَيْقَظَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ ذَلِكَ فَقَالَ لِي أَتَدْرِي مَنْ هَؤُلَاءِ قُلْتُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ هُمْ الْمَلَائِكَةُ قَالَ وَهَلْ تَدْرِي مَا الْمَثَلُ الَّذِي ضَرَبُوهُ قُلْتُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ الرَّحْمَنُ بَنَى الْجَنَّةَ فَدَعَا إِلَيْهَا عِبَادَهُ فَمَنْ أَجَابَهُ دَخَلَ جَنَّتَهُ وَمَنْ لَمْ يُجِبْهُ عَاقَبَهُ وَعَذَّبَهُ

Telah mengabarkan kepada kami Al Hasan bin 'Ali telah menceritakan kepada kami Abu Usamah dari Ja'far bin Maimun At Tamimi dari Abu Utsman An Nahdi Bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam keluar ke Bathha` dan bersamanya Ibnu Mas'ud Radliyallahu'anhu, lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pergi menuju Bathaa bersama ibnu Mas'ud, lalu beliau mengajak duduk Ibnu Mas'ud dan membuat satu garis pembatas untuknya. Lalu berkata: Jangan sekali-kali kamu tinggalkan tempat ini, karena beberapa orang laki-laki akan menemuimu yang kamu tidak berbicara kepada mereka, dan mereka pun tidak akan berbicara kepadamu. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam meneruskan perjalanannya kemana saja beliau kehendaki. Kemudian sampailah orang-orang tersebut pada garis pembatas dan mereka tidak melewatinya, kemudian mereka pergi menuju Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Sampai ketika pada akhir malam beliau mendatangiku lalu tidur dengan menjadikan pahaku sebagai bantalnya, dan beliau apabila tidur terdengar hembusan nafasnya. Tatkala Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sedang tidur di pahaku datanglah para lelaki seperti dengan paras yang tampan memakai pakaian yang serba putih. Huuh, alangkah indahnya mereka! sehingga segolongan dari mereka duduk di sisi kepala Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan segolongan yang lain di sisi kaminya lalu mereka saling berkata: kami belum pernah mendapatkan seorang hamba yang diberi anugerah seperti apa yang diberikan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Orang ini matanya tertidur tapi hatinya dalam keadaan sadar, buatlah baginya suatu perumpamaan. Baiklah, dia seperti seorang tuan yang membangun sebuah istana, kemudian membuat hidangan lalu mengundang orang-orang untuk makan dan minum, kemudian orang-orang tersebut naik ke langit. Lalu terbangunlah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ketika itu lalu beliau berkata kepadaku: tahukah kamu siapa mereka itu? lalu aku menjawab: Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya yang lebih tahu. Lalu beliau berkata: mereka adalah malaikat. Lalu beliau berkata lagi: tahukah anda apa yang diumpamakan? Aku katakan Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya yang lebih tahu beliau menjawab: Ar Rahman membangun surga, lalu menyeru (mengundang) hamba-hamba-Nya kepadanya, barang siapa yang menyambut maka dia akan masuk surga dan barang siapa yang menolak maka dia menghukum dan menyiksanya[7].
Dari hadis diatas saya memahami bahwa sifat nabi yang digambarkan pada hadis ini adalah selalu ingat kepada Allah serta murah hatinya sama pada pembahasan sebelumnya.
a.    Murah Hati
Murah hati disini maksudnya adalah dakwah, dakwah artinya mengajak, dakwahnya nabi disini sudah jelas dalam arti yang positif (mengajak kepada kebaikan)[8]. walaupun perintah untuk berdakwah belum turun tetapi tidak mau kalau beliau saja yang menikmati surga melainkan mengajak semua orang untuk menikmatinya bersama.
Dalam riwayat lain dijelaskan, bahwa Abu Hurairah menerangkan bahwa rasulullah saw mengumpamakan dirinya seorang laki-laki yang menyalakan api. Setelah api menyala mulailah binatang-binatang kecil seperti laron menyerbu lampu yang dinyalakan, lantaran matanya kurang terang maka ingin terus mendapat cahaya dan dengan serta merta menyerbu api itu.
Binatang-binatang itu apabila meihat lampu di malam hari maka menyangka bahwa telah berada di dalam rumah gelap, sedang lampu itu merupakan lubang yang tembus jalan keluar ke tempat yang terang. Karena itu mereka terus menerus menyerbu kepada api yang disangkanya lubang. Tetapi setelah dia melewati lampu nampaklah pula gelap, lalu dia kembali kepada lampu. Manusia berusaha mengusir binatang-bintang kecil itu tetapi tidak dapat diusir dan terus menyerbu ke dalam api itu.
Kemudian nabi menegaskan bahwa beliau memegang pinggang para umatnya dan menarik mereka dari maksiat yang menyebabkan mereka masuk neraka, tetapi ada orang-orang yang tidak dapat tertarik terus menyerbu ke dalam maksiat sehingga terjerumuslah mereka ke dalam api neraka[9].
Itulah sifat luar biasa yang dimiliki oleh nabi, beliau murah hatinya, sehingga tidak mau merasakan kenikmatan sendiri, selain itu juga berusaha untuk menyelamatkan orang yang akan jatuh dalam kesengsaraan.
Selain itu, Hadis ini juga mengisyaratkan kepada kita pentingnya untuk mentaati perintah rasulullah saw.
Ada beberapa alasan mengapa kita harus taat kepada rasulullah saw yaitu sebagai berikut :
1.      Karena perintah taat kepada rasulullah saw merupakan perintah Allah swt.
2.      Karena rahmat Allah swt hanya akan diberikan kepada orang-orang yang bertakwa dan beriman kepada Allah swt dan ayat-ayatnya, serta mentaati rasuullah adalah salah satu bentuk ketakwaan seseorang kepada Allah swt dan kepada ayat-ayatnya dalam al-Qur'an.
3.      Karena ketaatan kita kepada rasulullah saw merupakan sebuah jalan untuk mendapatkan petunjuk dari Allah swt.
4.      Allah akan menimpakan azab yang sangat pedih kepada mereka yang menentang atau menyalahi perintah Allah swt
5.      Ketaatan dan kepatuhan seseorang terhadap ketetapan rasulullah saw merupakan salah satu syarat sahnya iman seseorang kepada Allah swt.
6.      Karena hanya dengan mengikuti atau mentaati Allah dan Rasulnya lah kita akan memperoleh limpahan kasih saying dan ampunan Allah swt.[10]








PENUTUP

Nabi Muhammad saw merupakan sesosok manusia yang menonjol di tengah kaumnya, karena sifat lemah lembut, akhlaknya yang utama serta sifat-sifatnya yang lainnya.
 Beliau adalah orang yang paling utama kepribadiannya, serta paling terhormat dalam pergaulannya, paling jujur perkataannya, paling terjaga jiwanya, paling terpuji kebaikannya dan paling baik amalannya, dan pantas seluruh sanjungan yang berbentuk "isim tafdhil" ditujukkan kepada beliau.
Sifat-sifat yang dimiliki beliau sebelum diutus saja sudah menunjukkan betapa mulia dan luar biasanya beliau. Sebelum diutus beliau sudah menyandang gelar al-Amin, dzikrullah, Murah Hati, dsb.
Semoga kita sebagai umatnya selalu berusaha untuk meniru-niru akhlak dan sifat-sifat beliau dari segala aspek kehidupan beliau.

















DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taat Kepada Allah swt & Rasulullah Muhammad saw, tt : tp, 2009.
ad-Darimi, Abdullah Abdurrahman, Musnad ad-Darimi, ditahqiq Husain Salim Asad, Kerajaan Arab Saudi: dar-al-Mugni, 1421.
al-Asqalani, Ibnu Hajar, Fathul Baari, diterj Amiruddin, Jakarta Selatan: Pustaka Azzam, 2008.
al-Mubarakfuri, Syafiyurrahman, Sirah Nabawiyah, diterj Kathur Suhardi, Jakarta Timur:Pustaka al-Kautsar, 2009.
ash-Shiddieqy, Tengku Muhammad Hasbi, Mutiara Hadis 6, (Semarang: PT Pustaka Rizky Putra, 2003.
as-Shabuniy, Muhammad Ali, Kenabian dan Para Nabi, diterj Arifin Jamian Maun, Surabaya: PT Bina Ilmu, 1993.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Sayyani, Musthafa, Ringkasan Enam Sifat Sahabat, Bandung: Pustaka Ramadhan, tth.
Senali, M. Syaifullah al-Aziz, Muhammad saw Sang Rasul, Surabaya: Putra Pelajar, 2001.



[1] Abdullah Abdurrahman ad-Darimi, Musnad ad-Darimi, ditahqiq Husain Salim Asad, (Kerajaan Arab Saudi: dar-al-Mugni, 1421), juz 1, cet ke-1, hlm 160.
[2] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), edisi ke-4, hlm 47.
[3] M. Syaifullah al-Aziz Senali, Muhammad saw Sang Rasul, (Surabaya: Putra Pelajar, 2001), cet ke-1, hlm 34. Lihat juga Syaikh Syafiyurrahman al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah, diterj Kathur Suhardi, (Jakarta Timur:Pustaka al-Kautsar, 2009), cet ke-2, hlm 55, lihat juga pada Muhammad Ali as-Shabuniy, Kenabian dan Para Nabi, diterj Arifin Jamian Maun, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1993), cet ke-1, hlm 69.
[4] Abdullah Abdurrahman  ad-Darimi, Musnad ad-Darimi, hlm 160-161.
[5] Syaikh Syafiyurrahman al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah, hlm 55.
[6] Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Baari, diterj Amiruddin, (Jakarta Selatan: Pustaka Azzam, 2008), jil ke-18, cet ke-2, hlm 173-174.
[7] Abdullah Abdurrahman ad-Darimi, Musnad ad-Darimi, hlm 161-162.
[8] Musthafa Sayyani, Ringkasan Enam Sifat Sahabat, (Bandung: Pustaka Ramadhan, tth), hlm 29
[9] Tengku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Mutiara Hadis 6, (Semarang: PT Pustaka Rizky Putra, 2003), hlm 511-512.
[10] Abdullah, Taat Kepada Allah swt & Rasulullah Muhammad saw, (tt : tp, 2009), hlm 2-3.

No comments:

Post a Comment