Monday, September 28, 2015

Konsep Ad- Dhalal dalam al-Qur'an



PENDAHULUAN
Setiap hati sentiasa dihinggapi penyakit, secara perlahan penyakit-penyakit ini menghapuskan segala rasa takjub dengan kekuasaan Allah swt. Penyakit-penyakit ini jualah yang menyebabkan hamba hilang pertimbangan dalam segala usahanya. Tanpa mau menyerahkan segala urusan selepas usaha kepada Allah swt sebagai Maha Pencipta Segala Daya.
Penyakit kalbu yang dimaksud adalah ad-dhalâl yang sangat membahayakan jiwa seseorang. Salah satu penyebab munculnya penyakit ini adalah kurangnya pengetahuan seseorang. Penyakit ini jualah yang menghalangi seseorang untuk sampai kepada pintu hidayah.
Untuk lebih jelasnya, selanjutnya dalam makalah ini akan dipaparkan mengenai konsep ad-Dhalâl dalam al-Qur'an beserta penafsiran para ulama terkait masalah ini.












PEMBAHASAN
A.  Pengertian ad-Dhalâl
Kata ad-dhalâl berasal dari akar kata [1]ضلّ يضلّ ضلالا وضلالة  yang berarti sesat atau menyimpang dari kebenaran.[2]ar-Raghib memberikan definisi yang sama bahwa ad-dhalâl berarti menyimpang dari jalan yang lurus, yang juga merupakan lawan kata dari al-huda yang berarti petunjuk.[3]
 Lafadz ad-dhalâl juga dapat diartikan dengan hal yang gaib, kebinasaan, kepalsuan, serta meninggalkan jalan yang benar sengaja atau tidak sengaja, baik sedikit ataupun banyak.[4]
Ada juga yang mengatakan ad-dhalâl itu sebagai penyimpangan dari agama secara jelas dan selalu terikat akan kehidupan di dunia dan tidak mau memutuskannya.[5]
Jadi, kata ad-dhalâl ini memiliki rumusan makna yang beragam konteks penggunaan kata tersebut di dalam al-Qur'an, akan tetapi secara umum dapat dinyatakan bahwa makna-makna yang ada tetap merujuk kepada makna orang-orang yang sesat.[6]
B.  Bentuk ad-Dhalâl
Para ahli tafsîr menyebutkan ada sepuluh macam bentuk ad-dhalâl dalam al-Qur'an, diantaranya sebagai berikut :
1.        Istidzlâl fil Hukum, yaitu menyesatkan atau menyimpang dari hukum. Seperti firman Allah swt : لهمت طائفة منهم أن يضلوك, tentulah segolongan dari mereka berkeinginan keras untuk menyesatkanmu. (Qs an-Nisa : 113).
2.        Al-Ghawâyah, yaitu ajakan untuk terjerumus dalam kesesatan. Seperti firman Allah swt : ولقد أضل منكم جبلا كثيرا, sesungguhnya syeitan telah menyesatkan sebagian besar diantara kamu. (Qs. Yasin : 62)
3.        Al-Khusrân, yaitu kekalahan atau mengalami kerugian. Seperti firman Allah swt :  اني إذا لفي ضلال مبين, sesungguhnya aku kalau begitu dalam kesesatan yang nyata. (Qs. Yasin : 24).
4.        Asy-Syaqâ, yaitu kesengsaraan. Seperti firman Allah swt : بل الذين لا يؤمنون بالآخرة في العذاب والضلال البعيد, tidak, tetapi orang yang beriman kepada negeri akhirat berada dalam siksaan dan kesesatan yang jauh.
5.        Al-Bathlân, yaitu ketidak absahan. Seperti firman Allah swt :قل هل ننبئكم بالأخسرين أعمالا, akankah akan kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya. (Qs al-Kahfi : 103).
6.        Al-Khatha, yaitu salah. Firman Allah swt : يبين الله لكم أن تضلوا, Allah menerangkan hukum ini supaya kamu tidak sesat. (Qs an-Nisa : 176)
7.        Al-Halâk, yaitu kebinasaan. Firman Allah swt :  أئذا ضللنا في الأرض apabila kami telah hancur di dalam tanah. (Qs.as-Sajadah : 10).
8.        An-Nisyân, yaitu lupa. Firman Allah swt : أن تضل إحداهما فتذكر إحداهما الأخرى, maka jika seorang yang lupa, maka yang seorang mengingatnya. (Qs. Al-Baqarah : 282).[7]
9.        Al-Jahl, yaitu kebodohan. Firman Allah swt : قال فعلتها إذا وأنا من الضالين, Musa berkata aku telah melakukannya, sedang aku di waktu itu termasuk orang-orang yang khilaf.
10.    Ad-dhalâl diddu al-huda, yaitu sesat lawan dari petunjuk.[8] Firman Allah swt : ووجدك ضالا فهدى, dan dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk.
C.  Macam-macam ad-Dhalâl
Seperti halnya hidayah yang terbagi menjadi beberapa macam, begitu juga ad-dhalâl juga terbagi menjadi beberapa macam, yaitu sebagai berikut :
1.    Dholâl I’tiqodiyah yaitu kesesatan yang terkait tentang keyakinan hidup, seperti firman Allah dalam surat An-Nisa’ berikut :
إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالا بَعِيدًا
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.”(Qs An-Nisa’ : 116)
2.    Dholâl Thoriqiyah yaitu kesesatan yang terkait dengan jalan hidup, seperti firman Allah dalam surat Al-Ahzâb berikut :
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالا مُبِينًا
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang Mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang Mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, dalam keadaan sesat yang nyata.”(Qs Al-Ahzab : 36).
3. Dholâl ‘Amaliyah yaitu kesesatan yang terkait dengan aktivitas hidup, seperti firman Allah dalam surat An-Nisa’ berikut :
وَلأُضِلَّنَّهُمْ وَلأُمَنِّيَنَّهُمْ وَلآمُرَنَّهُمْ فَلَيُبَتِّكُنَّ آذَانَ الأَنْعَامِ وَلآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللَّهِ وَمَنْ يَتَّخِذِ الشَّيْطَانَ وَلِيًّا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا مُبِينًا
Dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan akan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (merubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka merobahnya”. Barang siapa yang menjadikan setan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata. (Qs An-Nisa’ : 119).
4. Dholâl Ilhamiyah yaitu yang terkait dengan Insting Hewani. Dholalah Ilhamiyah ini terkait dengan kecendrungan alami yang ada dalam diri manusia untuk melakukan penyimpangan dalam hal-hal yang tidak bermanfaat atau merugikan diri mereka atau orang lain, atau berlawanan dengan nilai-nilai kebenaran dan kebaikan. Realisasinya tergantung atas pilihan mereka sendiri. Sumbernya adalah hawa nafsu yang ada dalam diri mereka. Allah menjelaskan dalam surat Al-Balad berikut :
أَلَمْ نَجْعَلْ لَهُ عَيْنَيْنِ  وَلِسَانًا وَشَفَتَيْنِ  وَهَدَيْنَاهُ النَّجْدَيْنِ
“Bukankah Kami telah memberikan kepadanya dua buah mata, dan lidah beserta dua bibir, dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (jalan kebaikan dan jalan keburukan) (Qs al-Balad : 10).[9]
D.  Ad-Dhalâl sebagai Visi Setan
Dalam al-Qur'an surah an-Nisa disebutkan salah satu visi syeitan yaitu sebagai berikut :
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آَمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا.
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu ? mereka hendak berhakim kepada thaghut, Padahal mereka telah diperintah mengingkari Thaghut itu. dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. (Qs. an-Nisa : 60).[10]
E.   Faktor Penyebab terjadinya ad-Dhalâl
Ada beberapa faktor penyebab terjadinya ad-dhalâl terjadi, yaitu sebagai berikut :
1.        Mengingkari (kufur) dan menyekutukan Tuhan serta menolak agamaNya, yang bersih dari ajaran syirik.
2.        Merubah aturan hidup yang telah ditetapkan Tuhan yaitu menghalalkan yang diharamkan Allah dan mengharamkan yang dihalalkan Allah.
3.        Berbuat dzalim dengan mengingkari Tuhan atau bersikap sebagai Tuhan.
4.        Menukar keimanan dengan kekufuran.
5.        Mengaku beriman kepada kitab-kitab Allah akan tetapi dalam kehidupan menginginkan dan menerapkan sistem hukum thagut (selain hukum Allah).
6.        Sifat nifaq, diantaranya tidak menunaikan shalat, riya, tidak banyak berdzikir kepada Allah dsb.
7.        Membunuh anak takut miskin
8.        Tidak mau menggunakan hati, mata dan telinga (kecerdasan spiritual, emotional dan intelektual) untuk mengenal dan memahami kebesaran dan keagungan Allah.
9.        Mengikuti hawa nafsu.
10.    Sifat dan sikap melampaui batas, melanggar aturan Allah dan ragu-ragu terhadap risalah rasulullah saw.
11.    Kebodohan.[11]
F.   Klasifikasi lafadz ad-dhalâl dalam al-Qur'an
Setelah menelusuri aplikasi al-Furqan, penulis menemukan 364 ayat yang berkaitan dengan lafadz ad-dhalâl dengan bermacam-macam ungkapan dengan rincian sebagai berikut :
1.    Dengan lafadz ضلّ  penulis menemukan 249 ayat. Diantaranya ayat : إِنَّهُ عَدُوٌّ مُضِلٌّ مُبِينٌ (Qs. al-Qashash : 15).
2.    Dengan lafadz يضل penulis menemukan 49 ayat. Diantaranya ayat : إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ مَنْ يَضِلُّ عَنْ سَبِيلِهِ (Qs. al-An'am : 117).
3.    Dengan lafadz ضلال penulis menemukan 47 ayat. Diantaranya ayat : وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ (Qs. 'ali Imran : 164).
4.    Dengan lafadz ضلالة penulis menemukan 7 ayat. Diantaranya ayat : قَالَ يَا قَوْمِ لَيْسَ بِي ضَلَالَةٌ وَلَكِنِّي رَسُولٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ (Qs. al-A'raf : 61).
5.    Dengan lafadz مضل penulis menemukan 3 ayat. Diantaranya ayat : وَمَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ مُضِلٍّ أَلَيْسَ اللَّهُ بِعَزِيزٍ ذِي انْتِقَامٍ (Qs. az-Zumar : 37).
6.    Dengan lafadz الضالين penulis menemukan 6 ayat. Diantaranya : وَأَمَّا إِنْ كَانَ مِنَ الْمُكَذِّبِينَ الضَّالِّينَ. (Qs. al-Waqi'ah : 92)
7.    Dengan lafadz الضالون penulis menemukan 3 ayat. Diantaranya : ثُمَّ إِنَّكُمْ أَيُّهَا الضَّالُّونَ الْمُكَذِّبُونَ (Qs. al-Waqi'ah : 51)


G.  Klasifikasi kandungan lafadz ad-dhalâl dalam al-Qur'an
Choiruddin Hadhiri dalam buku klasifikasi kandungan al-Qur'an, mengklasifikasikan kandungan lafadz ad-dhalâl menjadi tiga belas grandtema dalam 70 ayat , yaitu sebagai berikut :
1.        Tidak ada dalih/ alasan dalam kesesatan
Tema ini terletak pada lima ayat, yaitu : Qs. az-zumar : 55, Qs. az-zumar : 57, Qs. az-zukhruf : 20, Qs al-an'am : 148, Qs al-an'am : 149.
2.        Sifat pakar kesesatan
Tema ini terletak pada sepuluh ayat, yaitu : Qs. al-furqan : 09, Qs. al-Hajj : 08, Qs. al-Hajj : 10, Qs az-zukkruf : 36, Qs. az-zukhruf : 37, Qs. al-mumtahanah : 01, Qs. Maryam : 75, Qs. as-syura : 18, Qs. an-nisa : 44, Qs.'ali Imran : 69.
3.        Larangan mengikuti nenek moyang yang sesat
Tema ini terletak pada enam ayat, yaitu : Qs. al-ankabut : 08, Qs. al-anbiya : 51, Qs. al-anbiya : 54, Qs. al-baqarah :170, Qs. as-shafat : 69, Qs. as-shafat : 71.
4.        Penyeru kepada kesesatan
Tema ini terletak pada tiga ayat, yaitu : Qs. an-nisa : 13, Qs. al-an'am : 116, Qs. al-an'am : 119.
5.        Pakar kesesatan dan ajakannya
Tema ini terletak pada empat ayat, yaitu : Qs. luqman : 06, Qs. thaha : 79, Qs. 'ali imran : 69, Qs. al-baqarah : 109.
6.        Setan mengajak kepada kesesatan
Tema ini terletak pada tujuh ayat, yaitu : Qs. al-a'raf : 16, Qs. al-a'raf : 17, Qs. an-nisa : 60, Qs. al-qashash : 15, Qs. father : 06, Qs. al-hajj : 33, Qs. al-hajj : 04.
7.        Orang-orang yang tersesat
Tema ini terletak pada empat ayat, yaitu : Qs. fushilat : 44, Qs. al-baqarah : 26, Qs. al-jatsiyah : 23, Qs. as-sajdah : 13.
8.        Sejauh-jauh kesesatan
Tema ini terletak pada tiga ayat, yaitu : an-nisa : 116, Qs. an-nisa : 136, Qs. an-nisa 167.
9.        Lebih sesat daripada binatang
Tema ini terletak pada empat ayat, yaitu : Qs. al-isra : 72, Qs. al-a'raf : 179, al-furqan : 44, Qs al-bayyinah : 06.
10.    Doa untuk dihindarkan dari kesesatan
Tema ini terletak pada tiga ayat : Qs. 'ali Imran : 08, Qs. al-mu'minun : 97, Qs. al-mu'minun : 98.
11.    Doa untuk orang-orang yang tersesat
Tema ini terletak pada sepuluh ayat, yaitu : Qs. al-kahfi : 06, Qs. father : 08, Qs. at-taubah : 113, Qs. al-munafiqun : 05, Qs. al-munafiqun 06, Qs. at-taubah : 80 dan 84, Qs. Hud : 36, Qs. yunus : 88 dan 89.
12.    Balasan bagi orang-orang yang tersesat
Tema ini terletak pada enam ayat, yaitu : Qs. al-waqi'ah : 51, 56, 92, 94, Qs. as-shafat : 63 dan 70.
13.    Penyesalan orang-orang yang tersesat.
Tema ini terletak pada lima ayat, yaitu : Qs. Ibrahim : 22, Qs. al-mu'minun : 105 dan 108, Qs. as-syura : 100 dan 102.[12]
H.  Penafsiran Ulama tentang ayat ad-Dhalâl
1.    Qs. 'Ali Imran : 90
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بَعْدَ إِيمَانِهِمْ ثُمَّ ازْدَادُوا كُفْرًا لَنْ تُقْبَلَ تَوْبَتُهُمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الضَّالُّونَ
Sesungguhnya orang-orang kafir sesudah beriman, kemudian bertambah kekafirannya, sekali-kali tidak akan diterima taubatnya; dan mereka Itulah orang-orang yang sesat.
Ayat ini menggambarkan bahwa ciri-ciri ad-dhalâl itu adalah orang-orang yang menerima kekafiran itu adalah orang-orang yang tersesat dan salah dalam memilih jalan yang benar, mereka sudah tidak bisa diharapkan lagi.[13]
2.    Qs. an-Nisa : 116
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا
Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, Maka Sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.
Ayat ini menggambarkan bahwa kesesatan disini karena kesyirikan yang dilakukannya, dosanya tidak terampuni karena dosa syirik itu merupakan dosa yang sangat besar.[14]





PENUTUP
kata ad-dhalâl ini memiliki rumusan makna yang beragam konteks penggunaan kata tersebut di dalam al-Qur'an, akan tetapi secara umum dapat dinyatakan bahwa makna-makna yang ada tetap merujuk kepada makna orang-orang yang sesat.
Ada 364 ayat yang terkait dengan lafadz ad-dhalâl dengan beragam bentuk yang memiliki makna-makna yang berbeda.
Para Mufassir menjelaskan bahwa kesesatan seseorang yang sampai pada batas maximal seperti kufur dan syirik, maka dosanya tidak akan diampuni.















DAFTAR PUSTAKA
al-Asfahâni, ar-Ragib, Mufradat Garibul Qur'an, Beirut : Dar al-Ma'rifah, tth.
al-Askarî, Abi Hilal, al-Wujûh wa al-Nadzâ'ir, Kairo : Maktabah ats-Tsaqafah ad-Diniyyah, 2007.
al-Baqi', Muhammad Fu'ad Abd, al-Mu'jam al-Mufahras li alfadzil hadîs, Kairo : Dar al-Kutub al-Misr, 1364.
'Ali bin Ismâ'il, Abu al-Hasan, al-Muhkam al-Muhîth al-'A'dzam, Beirut : Dar al-Kutub, 2000.
al-Manâwi, Muhammad 'Abdur Rauf, at-Ta'arif, Beirut : Dar al-Fikr, 1410.
al-Marâghi, Ahmad Musthafa, Terjemah Tafsir al-Marâghi Vol 3, Semarang : Toha Putra, tth.
al-Qarni, 'Aidh, Tafsir Muyassar jilid 1, Jakarta : Qisthi Press, 2007.
an-Nahawî, Abu Sahal Muhammad bin 'Ali bin Muhammad al-Harawî, Isfâr al-Fasîh lil Harawî, Madinah : Kerajaan Arab Saudi, 1420.
an-Naisabûri, Nazhamuddin al-Hasan, Gara'ib al-Qur'an wa raga'ibu al-Furqân, Beirut : Dar al-Kutub, 1996.
at-Thabari, Abû Ja'far, Jâmi al-Bayân fi Ta'wîl al-Qur'an Jilid 9, Beirut : Muassasah ar-Risalah, 2000.
az-Jauzi, Jamâl ad-Din Abi Faraz, Nuzhatul 'A'yun an-Nawadzir fî 'ilmil Wujuh wa Nadzâ'ir, Beirut : Muassasah ar-Risalah, 1984.
Hadhiri, Choiruddin, Klasifikasi Kandungan al-Qur'an jilid 2, Jakarta : Gema Insani, 2005.
http://ocipt.wordpress.com/muamalah/ diakses pada tanggal 25 Mei 2014.
'Izzuddîn, Abdul Hamîd, Syarah Nahzul Balâghah, ttp : Dar al-Ihya al-Kutub al-'Arabi, tth.
Munawir, Ahmad Warson, Kamus Arab-Indonesia, Surabaya : Pustaka Progresif, 1997.
Musthafa, Ibrahîm, al-Mu'jam al-Wasîth, ttp, Dar ad-Da'wah, tth.
Nizham, Abu, al-Qur'an Tematis, Bandung : Mizan Pustaka, 2011.
Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Misbâh : Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur'an vol 2, Jakarta : Lentera Hati, 2002.
Syukur, Abd & Shalahuddin, Ensiklopedi al-Qur'an : Kajian Kosakata, Jakarta : Lentera hati, 2007.






[1] Muhammad Fu'ad Abd al-Baqi', al-Mu'jam al-Mufahras li alfadzil hadîs, (Kairo : Dar al-Kutub al-Misr, 1364), hlm 423.
[2] Abû Sahal Muhammad bin 'Ali bin Muhammad al-Harawî an-Nahawî, Isfâr al-Fasîh lil Harawî, (Madinah : Kerajaan Arab Saudi, 1420), cet ke-1, hlm 380. Lihat juga Ahmad Warson Munawir, Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya : Pustaka Progresif, 1997), hlm 826.
[3] Muhammad 'Abdur Rauf al-Manâwi, at-Ta'arif, (Beirut : Dar al-Fikr, 1410), cet ke-1, hlm 474. Lihat juga Abû al-Hasan 'Ali bin Ismâ'il, al-Muhkam al-Muhîth al-'A'dzam, (Beirut : Dar al-Kutub, 2000), jilid 4, hlm 370. lihat juga Nazhamuddin al-Hasan an-Naisabûri, Garâ'ib al-Qur'an wa ragâ'ibu al-Furqân, (Beirut : Dar al-Kutub, 1996), cet ke-1, hlm juz 4, hlm 186. Bisa dilihat juga di ar-Ragib al-Asfahâni, Mufradat Garîbul Qur'an, (Beirut : Dar al-Ma'rifah, tth), juz 1, hlm 133.
[4] Ibrâhîm Musthafa, al-Mu'jam al-Wasîth, (tt, Dar ad-Da'wah, tth), hlm 543.
[5] Abdul Hamîd 'Izzuddîn, Syarah Nahzul Balâghah, (ttp : Dar al-Ihya al-Kutub al-'Arabi, tth), jilid 9, hlm 134.
[6] Abd Syukûr & Shalahuddin, Ensiklopedi al-Qur'an : Kajian Kosakata, (Jakarta : Lentera hati, 2007), vol 1, hlm 169.
[7] Jamâl ad-Din Abi Faraz az-Jauzi, Nuzhatul 'A'yun an-Nawâdzir fî 'ilmil Wujûh wa Nadzâ'ir, (Beirut : Muassasah ar-Risalah, 1984), juz 1, hlm 407.
[8] Jamâl ad-Din Abi Faraz az-Jauzi, Nuzhatul 'A'yun an-Nawadzir fî 'ilmil Wujûh wa Nadzâ'ir, hlm 409. Lihat juga Abi Hilâl al-Askarî, al-Wujûh wa al-Nadzâ'ir, (Kairo : Maktabah ats-Tsaqafah ad-Diniyyah, 2007), hlm 299-302.
[9] http://ocipt.wordpress.com/muamalah/ diakses pada tanggal 25 Mei 2014.
[10] Abu Nizham, al-Qur'an Tematis, (Bandung : Mizan Pustaka, 2011), cet ke-1, hlm 205.
[11] Abi Hilal al-Askarî, al-Wujûh wa al-Nadzâ'ir, hlm 299-302.

[12] Choiruddin Hadhiri, Klasifikasi Kandungan al-Qur'an jilid 2, (Jakarta : Gema Insani, 2005), cet ke-1, hlm 87-94.
[13] Ahmad Musthafa al-Marâghi, Terjemah Tafsir al-Marâghi Vol 3, (Semarang : Toha Putra, tth), hlm 373.
[14] Abû Ja'far at-Thabari, Jâmi al-Bayân fi Ta'wîl al-Qur'an Jilid 9, (Beirut : Muassasah ar-Risalah, 2000), hlm 206. Lihat juga 'Aidh al-Qarni, Tafsir Muyassar jilid 1, hlm 441. Bisa juga dilihat M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh : Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur'an vol 2, (Jakarta : Lentera Hati, 2002), hlm 719.

No comments:

Post a Comment