PENDAHULUAN
Setiap hati sentiasa dihinggapi penyakit,
secara perlahan penyakit-penyakit ini
menghapuskan segala rasa takjub dengan kekuasaan Allah swt. Penyakit-penyakit ini jualah yang menyebabkan hamba hilang pertimbangan
dalam segala usahanya. Tanpa mau menyerahkan segala urusan selepas usaha kepada
Allah swt sebagai Maha Pencipta Segala Daya.
Penyakit kalbu yang
dimaksud adalah ad-dhalâl yang sangat membahayakan jiwa seseorang. Salah satu
penyebab munculnya penyakit ini adalah kurangnya pengetahuan seseorang.
Penyakit ini jualah yang menghalangi seseorang untuk sampai kepada pintu
hidayah.
Untuk lebih jelasnya,
selanjutnya dalam makalah ini akan dipaparkan mengenai konsep ad-Dhalâl dalam
al-Qur'an beserta penafsiran para ulama terkait masalah ini.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian ad-Dhalâl
Kata ad-dhalâl berasal dari akar kata [1]ضلّ يضلّ ضلالا وضلالة yang berarti sesat atau
menyimpang dari kebenaran.[2]ar-Raghib
memberikan definisi yang sama bahwa ad-dhalâl berarti menyimpang dari jalan
yang lurus, yang juga merupakan lawan kata dari al-huda yang berarti petunjuk.[3]
Lafadz
ad-dhalâl juga dapat diartikan dengan hal yang gaib, kebinasaan, kepalsuan,
serta meninggalkan jalan yang benar sengaja atau tidak sengaja, baik sedikit
ataupun banyak.[4]
Ada juga yang mengatakan ad-dhalâl itu sebagai
penyimpangan dari agama secara jelas dan selalu terikat akan kehidupan di dunia
dan tidak mau memutuskannya.[5]
Jadi, kata ad-dhalâl ini memiliki rumusan makna
yang beragam konteks penggunaan kata tersebut di dalam al-Qur'an, akan tetapi
secara umum dapat dinyatakan bahwa makna-makna yang ada tetap merujuk kepada
makna orang-orang yang sesat.[6]
B. Bentuk
ad-Dhalâl
Para ahli tafsîr menyebutkan ada sepuluh macam bentuk
ad-dhalâl dalam al-Qur'an, diantaranya sebagai berikut :
1.
Istidzlâl fil Hukum, yaitu menyesatkan atau
menyimpang dari hukum. Seperti firman Allah swt : لهمت طائفة منهم أن يضلوك, tentulah segolongan dari mereka berkeinginan keras untuk
menyesatkanmu. (Qs an-Nisa : 113).
2.
Al-Ghawâyah, yaitu ajakan untuk terjerumus
dalam kesesatan. Seperti firman Allah swt : ولقد أضل منكم جبلا كثيرا, sesungguhnya syeitan telah menyesatkan sebagian besar diantara
kamu. (Qs. Yasin : 62)
3.
Al-Khusrân, yaitu kekalahan atau mengalami
kerugian. Seperti firman Allah swt : اني إذا لفي ضلال مبين, sesungguhnya aku kalau begitu dalam kesesatan yang nyata. (Qs.
Yasin : 24).
4.
Asy-Syaqâ, yaitu kesengsaraan. Seperti firman
Allah swt : بل الذين لا يؤمنون
بالآخرة في العذاب والضلال البعيد, tidak, tetapi orang yang beriman kepada negeri
akhirat berada dalam siksaan dan kesesatan yang jauh.
5.
Al-Bathlân, yaitu ketidak absahan. Seperti
firman Allah swt :قل هل ننبئكم بالأخسرين أعمالا, akankah akan kami beritahukan kepadamu tentang
orang-orang yang paling merugi perbuatannya. (Qs al-Kahfi : 103).
6.
Al-Khatha, yaitu salah. Firman Allah swt : يبين الله لكم أن تضلوا, Allah menerangkan hukum ini supaya kamu tidak sesat. (Qs
an-Nisa : 176)
7.
Al-Halâk, yaitu kebinasaan. Firman Allah swt : أئذا ضللنا في الأرض apabila kami telah hancur di dalam tanah.
(Qs.as-Sajadah : 10).
8.
An-Nisyân, yaitu lupa. Firman Allah swt : أن تضل إحداهما فتذكر إحداهما الأخرى,
maka jika seorang yang lupa, maka yang seorang mengingatnya. (Qs. Al-Baqarah :
282).[7]
9.
Al-Jahl, yaitu kebodohan. Firman Allah swt : قال فعلتها إذا وأنا من الضالين, Musa berkata aku telah melakukannya, sedang aku di waktu itu
termasuk orang-orang yang khilaf.
10.
Ad-dhalâl diddu al-huda, yaitu sesat lawan dari
petunjuk.[8] Firman
Allah swt : ووجدك ضالا فهدى, dan
dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk.
C. Macam-macam
ad-Dhalâl
Seperti halnya hidayah yang terbagi menjadi
beberapa macam, begitu juga ad-dhalâl juga terbagi menjadi beberapa macam,
yaitu sebagai berikut :
1.
Dholâl
I’tiqodiyah yaitu kesesatan yang terkait tentang keyakinan hidup, seperti
firman Allah dalam surat An-Nisa’ berikut :
إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ
وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ
ضَلَّ ضَلالا بَعِيدًا
“Sesungguhnya
Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia
mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya.
Barang siapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia
telah tersesat sejauh-jauhnya.”(Qs An-Nisa’ : 116)
2.
Dholâl
Thoriqiyah yaitu kesesatan yang terkait dengan jalan hidup, seperti
firman Allah dalam surat Al-Ahzâb berikut :
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلا مُؤْمِنَةٍ إِذَا
قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ
أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالا مُبِينًا
“Dan
tidaklah patut bagi laki-laki yang Mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang
Mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada
bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa
mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, dalam keadaan
sesat yang nyata.”(Qs Al-Ahzab : 36).
3.
Dholâl ‘Amaliyah yaitu kesesatan yang terkait dengan aktivitas hidup, seperti
firman Allah dalam surat An-Nisa’ berikut :
وَلأُضِلَّنَّهُمْ وَلأُمَنِّيَنَّهُمْ
وَلآمُرَنَّهُمْ فَلَيُبَتِّكُنَّ آذَانَ الأَنْعَامِ وَلآمُرَنَّهُمْ
فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللَّهِ وَمَنْ يَتَّخِذِ الشَّيْطَانَ وَلِيًّا مِنْ
دُونِ اللَّهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا مُبِينًا
Dan aku
benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong
pada mereka dan akan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang
ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka
(merubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka merobahnya”. Barang siapa yang menjadikan setan menjadi
pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.
(Qs
An-Nisa’ : 119).
4.
Dholâl Ilhamiyah yaitu yang terkait dengan Insting Hewani. Dholalah
Ilhamiyah ini terkait dengan kecendrungan alami yang ada dalam diri manusia
untuk melakukan penyimpangan dalam hal-hal yang tidak bermanfaat atau merugikan
diri mereka atau orang lain, atau berlawanan dengan nilai-nilai kebenaran dan
kebaikan. Realisasinya tergantung atas pilihan mereka sendiri. Sumbernya adalah
hawa nafsu yang ada dalam diri mereka. Allah menjelaskan dalam surat Al-Balad
berikut :
أَلَمْ نَجْعَلْ لَهُ عَيْنَيْنِ وَلِسَانًا وَشَفَتَيْنِ وَهَدَيْنَاهُ النَّجْدَيْنِ
“Bukankah Kami telah memberikan kepadanya
dua buah mata, dan lidah beserta dua bibir, dan Kami telah menunjukkan
kepadanya dua jalan (jalan kebaikan dan jalan keburukan) (Qs al-Balad : 10).[9]
D. Ad-Dhalâl sebagai Visi
Setan
Dalam al-Qur'an surah
an-Nisa disebutkan salah satu visi syeitan yaitu sebagai berikut :
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آَمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ
إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ
وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا
بَعِيدًا.
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah
beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan
sebelum kamu ? mereka hendak berhakim kepada thaghut, Padahal mereka telah
diperintah mengingkari Thaghut itu. dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka
(dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. (Qs. an-Nisa : 60).[10]
E. Faktor Penyebab
terjadinya ad-Dhalâl
Ada beberapa faktor penyebab
terjadinya ad-dhalâl terjadi,
yaitu sebagai berikut :
1.
Mengingkari (kufur) dan menyekutukan Tuhan serta menolak agamaNya, yang
bersih dari ajaran syirik.
2.
Merubah aturan hidup yang telah ditetapkan Tuhan yaitu menghalalkan yang
diharamkan Allah dan mengharamkan yang dihalalkan Allah.
3.
Berbuat dzalim dengan mengingkari Tuhan atau bersikap sebagai Tuhan.
4.
Menukar keimanan dengan kekufuran.
5.
Mengaku beriman kepada kitab-kitab Allah akan tetapi dalam kehidupan
menginginkan dan menerapkan sistem hukum thagut (selain hukum Allah).
6.
Sifat nifaq, diantaranya tidak menunaikan shalat, riya, tidak banyak
berdzikir kepada Allah dsb.
7.
Membunuh anak takut miskin
8.
Tidak mau menggunakan hati, mata dan telinga (kecerdasan spiritual,
emotional dan intelektual) untuk mengenal dan memahami kebesaran dan keagungan
Allah.
9.
Mengikuti hawa nafsu.
10. Sifat dan sikap
melampaui batas, melanggar aturan Allah dan ragu-ragu terhadap risalah
rasulullah saw.
11. Kebodohan.[11]
F. Klasifikasi lafadz
ad-dhalâl dalam al-Qur'an
Setelah menelusuri
aplikasi al-Furqan, penulis menemukan 364 ayat yang berkaitan dengan lafadz
ad-dhalâl dengan bermacam-macam ungkapan dengan rincian sebagai berikut :
1.
Dengan lafadz ضلّ penulis menemukan 249 ayat. Diantaranya ayat :
إِنَّهُ عَدُوٌّ مُضِلٌّ مُبِينٌ (Qs. al-Qashash : 15).
2.
Dengan lafadz يضل penulis menemukan 49
ayat. Diantaranya ayat : إِنَّ رَبَّكَ
هُوَ أَعْلَمُ مَنْ يَضِلُّ عَنْ سَبِيلِهِ (Qs. al-An'am : 117).
3.
Dengan lafadz ضلال penulis menemukan 47 ayat. Diantaranya ayat : وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ (Qs. 'ali
Imran : 164).
4. Dengan lafadz ضلالة penulis menemukan 7 ayat. Diantaranya ayat : قَالَ يَا قَوْمِ لَيْسَ بِي
ضَلَالَةٌ وَلَكِنِّي رَسُولٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ (Qs. al-A'raf : 61).
5. Dengan lafadz مضل penulis menemukan 3 ayat. Diantaranya ayat : وَمَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ مُضِلٍّ أَلَيْسَ
اللَّهُ بِعَزِيزٍ ذِي انْتِقَامٍ (Qs. az-Zumar : 37).
6. Dengan lafadz الضالين penulis menemukan 6 ayat. Diantaranya : وَأَمَّا إِنْ كَانَ مِنَ الْمُكَذِّبِينَ الضَّالِّينَ. (Qs.
al-Waqi'ah : 92)
7. Dengan
lafadz الضالون penulis menemukan 3 ayat. Diantaranya : ثُمَّ إِنَّكُمْ أَيُّهَا الضَّالُّونَ الْمُكَذِّبُونَ (Qs. al-Waqi'ah : 51)
G. Klasifikasi kandungan
lafadz ad-dhalâl dalam al-Qur'an
Choiruddin Hadhiri
dalam buku klasifikasi kandungan al-Qur'an, mengklasifikasikan kandungan lafadz
ad-dhalâl menjadi tiga belas grandtema dalam 70 ayat , yaitu sebagai
berikut :
1.
Tidak ada dalih/ alasan dalam kesesatan
Tema ini terletak pada
lima ayat, yaitu : Qs. az-zumar : 55, Qs. az-zumar : 57, Qs. az-zukhruf : 20,
Qs al-an'am : 148, Qs al-an'am : 149.
2.
Sifat pakar kesesatan
Tema ini terletak pada
sepuluh ayat, yaitu : Qs. al-furqan : 09, Qs. al-Hajj : 08, Qs. al-Hajj : 10,
Qs az-zukkruf : 36, Qs. az-zukhruf : 37, Qs. al-mumtahanah : 01, Qs. Maryam :
75, Qs. as-syura : 18, Qs. an-nisa : 44, Qs.'ali Imran : 69.
3.
Larangan mengikuti nenek moyang yang sesat
Tema ini terletak pada
enam ayat, yaitu : Qs. al-ankabut : 08, Qs. al-anbiya : 51, Qs. al-anbiya : 54,
Qs. al-baqarah :170, Qs. as-shafat : 69, Qs. as-shafat : 71.
4.
Penyeru kepada kesesatan
Tema ini terletak pada
tiga ayat, yaitu : Qs. an-nisa : 13, Qs. al-an'am : 116, Qs. al-an'am : 119.
5.
Pakar kesesatan dan ajakannya
Tema ini terletak pada
empat ayat, yaitu : Qs. luqman : 06, Qs. thaha : 79, Qs. 'ali imran : 69, Qs.
al-baqarah : 109.
6.
Setan mengajak kepada kesesatan
Tema ini terletak pada
tujuh ayat, yaitu : Qs. al-a'raf : 16, Qs. al-a'raf : 17, Qs. an-nisa : 60, Qs.
al-qashash : 15, Qs. father : 06, Qs. al-hajj : 33, Qs. al-hajj : 04.
7.
Orang-orang yang tersesat
Tema ini terletak pada
empat ayat, yaitu : Qs. fushilat : 44, Qs. al-baqarah : 26, Qs. al-jatsiyah :
23, Qs. as-sajdah : 13.
8.
Sejauh-jauh kesesatan
Tema ini terletak pada
tiga ayat, yaitu : an-nisa : 116, Qs. an-nisa : 136, Qs. an-nisa 167.
9.
Lebih sesat daripada binatang
Tema ini terletak pada
empat ayat, yaitu : Qs. al-isra : 72, Qs. al-a'raf : 179, al-furqan : 44, Qs
al-bayyinah : 06.
10. Doa untuk dihindarkan
dari kesesatan
Tema ini terletak pada
tiga ayat : Qs. 'ali Imran : 08, Qs. al-mu'minun : 97, Qs. al-mu'minun : 98.
11. Doa untuk orang-orang
yang tersesat
Tema ini terletak pada
sepuluh ayat, yaitu : Qs. al-kahfi : 06, Qs. father : 08, Qs. at-taubah : 113,
Qs. al-munafiqun : 05, Qs. al-munafiqun 06, Qs. at-taubah : 80 dan 84, Qs. Hud
: 36, Qs. yunus : 88 dan 89.
12. Balasan bagi
orang-orang yang tersesat
Tema ini terletak pada
enam ayat, yaitu : Qs. al-waqi'ah : 51, 56, 92, 94, Qs. as-shafat : 63 dan 70.
13. Penyesalan orang-orang
yang tersesat.
Tema ini terletak pada
lima ayat, yaitu : Qs. Ibrahim : 22, Qs. al-mu'minun : 105 dan 108, Qs.
as-syura : 100 dan 102.[12]
H. Penafsiran Ulama
tentang ayat ad-Dhalâl
1. Qs. 'Ali Imran : 90
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بَعْدَ إِيمَانِهِمْ ثُمَّ ازْدَادُوا كُفْرًا لَنْ
تُقْبَلَ تَوْبَتُهُمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الضَّالُّونَ
Sesungguhnya orang-orang kafir sesudah beriman, kemudian bertambah
kekafirannya, sekali-kali tidak akan diterima taubatnya; dan mereka Itulah
orang-orang yang sesat.
Ayat ini menggambarkan
bahwa ciri-ciri ad-dhalâl itu adalah orang-orang yang menerima kekafiran itu
adalah orang-orang yang tersesat dan salah dalam memilih jalan yang benar,
mereka sudah tidak bisa diharapkan lagi.[13]
2. Qs. an-Nisa : 116
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ
مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا
بَعِيدًا
Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu)
dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, Maka
Sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.
Ayat ini menggambarkan
bahwa kesesatan disini karena kesyirikan yang dilakukannya, dosanya tidak
terampuni karena dosa syirik itu merupakan dosa yang sangat besar.[14]
PENUTUP
kata ad-dhalâl ini memiliki rumusan makna yang
beragam konteks penggunaan kata tersebut di dalam al-Qur'an, akan tetapi secara
umum dapat dinyatakan bahwa makna-makna yang ada tetap merujuk kepada makna
orang-orang yang sesat.
Ada 364 ayat yang terkait dengan lafadz
ad-dhalâl dengan beragam bentuk yang memiliki makna-makna yang berbeda.
Para Mufassir menjelaskan bahwa kesesatan
seseorang yang sampai pada batas maximal seperti kufur dan syirik, maka dosanya
tidak akan diampuni.
DAFTAR PUSTAKA
al-Asfahâni,
ar-Ragib, Mufradat Garibul Qur'an, Beirut : Dar al-Ma'rifah, tth.
al-Askarî, Abi
Hilal, al-Wujûh wa al-Nadzâ'ir, Kairo : Maktabah ats-Tsaqafah
ad-Diniyyah, 2007.
al-Baqi',
Muhammad Fu'ad Abd, al-Mu'jam al-Mufahras li alfadzil hadîs, Kairo : Dar
al-Kutub al-Misr, 1364.
'Ali bin
Ismâ'il, Abu al-Hasan, al-Muhkam al-Muhîth al-'A'dzam, Beirut : Dar
al-Kutub, 2000.
al-Manâwi,
Muhammad 'Abdur Rauf, at-Ta'arif, Beirut : Dar al-Fikr, 1410.
al-Marâghi, Ahmad Musthafa, Terjemah Tafsir
al-Marâghi Vol 3, Semarang : Toha Putra, tth.
al-Qarni, 'Aidh, Tafsir Muyassar jilid 1,
Jakarta : Qisthi Press, 2007.
an-Nahawî, Abu
Sahal Muhammad bin 'Ali bin Muhammad al-Harawî, Isfâr al-Fasîh lil Harawî, Madinah
: Kerajaan Arab Saudi, 1420.
an-Naisabûri,
Nazhamuddin al-Hasan, Gara'ib al-Qur'an wa raga'ibu al-Furqân, Beirut :
Dar al-Kutub, 1996.
at-Thabari, Abû Ja'far, Jâmi al-Bayân fi Ta'wîl
al-Qur'an Jilid 9, Beirut : Muassasah ar-Risalah, 2000.
az-Jauzi, Jamâl
ad-Din Abi Faraz, Nuzhatul 'A'yun an-Nawadzir fî 'ilmil Wujuh wa Nadzâ'ir, Beirut
: Muassasah ar-Risalah, 1984.
Hadhiri,
Choiruddin, Klasifikasi Kandungan al-Qur'an jilid 2, Jakarta : Gema
Insani, 2005.
http://ocipt.wordpress.com/muamalah/ diakses pada tanggal 25 Mei 2014.
'Izzuddîn,
Abdul Hamîd, Syarah Nahzul Balâghah, ttp : Dar al-Ihya al-Kutub
al-'Arabi, tth.
Munawir, Ahmad
Warson, Kamus Arab-Indonesia, Surabaya : Pustaka Progresif, 1997.
Musthafa,
Ibrahîm, al-Mu'jam al-Wasîth, ttp, Dar ad-Da'wah, tth.
Nizham, Abu, al-Qur'an Tematis, Bandung : Mizan
Pustaka, 2011.
Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Misbâh : Pesan,
Kesan, dan Keserasian al-Qur'an vol 2, Jakarta : Lentera Hati, 2002.
Syukur, Abd
& Shalahuddin, Ensiklopedi al-Qur'an : Kajian Kosakata, Jakarta :
Lentera hati, 2007.
[1] Muhammad Fu'ad
Abd al-Baqi', al-Mu'jam al-Mufahras li alfadzil hadîs, (Kairo : Dar al-Kutub
al-Misr, 1364), hlm 423.
[2] Abû Sahal
Muhammad bin 'Ali bin Muhammad al-Harawî an-Nahawî, Isfâr al-Fasîh lil
Harawî, (Madinah : Kerajaan Arab Saudi, 1420), cet ke-1, hlm 380. Lihat
juga Ahmad Warson Munawir, Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya : Pustaka
Progresif, 1997), hlm 826.
[3] Muhammad
'Abdur Rauf al-Manâwi, at-Ta'arif, (Beirut : Dar al-Fikr, 1410), cet
ke-1, hlm 474. Lihat juga Abû al-Hasan 'Ali bin Ismâ'il, al-Muhkam al-Muhîth
al-'A'dzam, (Beirut : Dar al-Kutub, 2000), jilid 4, hlm 370. lihat juga
Nazhamuddin al-Hasan an-Naisabûri, Garâ'ib al-Qur'an wa ragâ'ibu al-Furqân, (Beirut
: Dar al-Kutub, 1996), cet ke-1, hlm juz 4, hlm 186. Bisa dilihat juga di
ar-Ragib al-Asfahâni, Mufradat Garîbul Qur'an, (Beirut : Dar
al-Ma'rifah, tth), juz 1, hlm 133.
[4] Ibrâhîm
Musthafa, al-Mu'jam al-Wasîth, (tt, Dar ad-Da'wah, tth), hlm 543.
[5] Abdul Hamîd
'Izzuddîn, Syarah Nahzul Balâghah, (ttp : Dar al-Ihya al-Kutub
al-'Arabi, tth), jilid 9, hlm 134.
[6] Abd Syukûr
& Shalahuddin, Ensiklopedi al-Qur'an : Kajian Kosakata, (Jakarta :
Lentera hati, 2007), vol 1, hlm 169.
[7] Jamâl ad-Din
Abi Faraz az-Jauzi, Nuzhatul 'A'yun an-Nawâdzir fî 'ilmil Wujûh wa Nadzâ'ir,
(Beirut : Muassasah ar-Risalah, 1984), juz 1, hlm 407.
[8] Jamâl ad-Din
Abi Faraz az-Jauzi, Nuzhatul 'A'yun an-Nawadzir fî 'ilmil Wujûh wa Nadzâ'ir,
hlm 409. Lihat juga Abi Hilâl al-Askarî, al-Wujûh wa al-Nadzâ'ir, (Kairo
: Maktabah ats-Tsaqafah ad-Diniyyah, 2007), hlm 299-302.
[11] Abi Hilal
al-Askarî, al-Wujûh wa al-Nadzâ'ir, hlm 299-302.
[12] Choiruddin
Hadhiri, Klasifikasi Kandungan al-Qur'an jilid 2, (Jakarta : Gema
Insani, 2005), cet ke-1, hlm 87-94.
[13] Ahmad Musthafa al-Marâghi, Terjemah Tafsir
al-Marâghi Vol 3, (Semarang : Toha Putra, tth), hlm 373.
[14]
Abû Ja'far at-Thabari, Jâmi al-Bayân fi Ta'wîl
al-Qur'an Jilid 9, (Beirut : Muassasah ar-Risalah, 2000), hlm 206. Lihat
juga 'Aidh al-Qarni, Tafsir Muyassar jilid 1, hlm 441. Bisa juga dilihat
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh : Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur'an
vol 2, (Jakarta : Lentera Hati, 2002), hlm 719.
No comments:
Post a Comment