Monday, September 28, 2015

Teori Belajar dan Mengajar



PENDAHULUAN
Islam mengajarkan kepada penganutnya untuk menjadi orang yang cerdas, hal itu berdasarkan wahyu yang pertama kali diturunkan oleh Allah swt, yaitu surat al-'Alaq yang berisi tentang anjuran Membaca yaitu "إقرأ",[1] serta hadis yang diajarkan oleh Rasulullah saw : "Tuntutlah Ilmu dari Buaian Sampai Liang Lahat".
Agama lainpun juga mengajarkan hal yang sama, yaitu menjadikan penganutnya orang yang berpendidikan. Lihat saja kota Finlandia yang menjadi kota yang paling maju dan berkembang nomor satu di dunia dalam bidang pendidikan. Begitu juga Jepang yang maju akan tekhnologinya dan itu tak terlepas dari pendidikan yang dimilikinya. Sehingga menjadikan kedua tersebut sasaran pelajar dunia untuk melanjutkan jenjang pendidikannya.
Maju dan berkembangnya pendidikan dan pengetahuan mereka, tak lepas dari teori-teori yang dipelajarinya yang kemudian diaplikasikan dalam kehidupannya.
Berangkat dari permasalahan tersebut, disini penulis akan membahas mengenai apa itu teori belajar dan mengajar, macam-macam teori belajar dan mengajar, faktor yang diteliti ketika mengkritisi teori belajar dan kegunaan dari teori tersebut.





PEMBAHASAN
A.  Definisi Teori Belajar dan Mengajar
a.    Teori
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia teori diartikan dengan pendapat yang dikemukan sebagai keterangan mengenai suatu peristiwa, asas dan hukum yang menjadi dasar suatu kesenian atau ilmu pengetahuan serta pendapat, cara atau aturan untuk melakukan sesuatu.[2]
Adapun secara istilah Snelbecker mengartikan bahwa teori merupakan sejumlah proposisi yang terintegrasi secara sintaktik (artinya kumpulan proposisi ini mengikuti aturan-aturan tertentu yang dapat menghubungkan secara logis proposisi yang satu dengan proposisi yang lain dan juga pada data yang diamati) serta yang digunakan untuk memprediksi dan menjelaskan pristiwa-pristiwa yang diamati.[3]
b. Belajar
Para cendekiawan terdapat keragaman dalam cara menjelaskan mendefinisikan makna belajar (learning). Namun baik secara eksplisit maupun secara implisit pada akhirnya terdapat kesamaan maknanya, ialah bahwa definisi manapun konsep belajar itu selalu menunjukkan kepada suatu proses perubahan prilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktik atau pengamalan tertentu.[4]
c. Mengajar
Mengajar merupakan upaya menyampaikan pengetahuan kepada siswa atau dapat dikatakan bahwa mengajar merupakan kegiatan memberikan suatu pengalaman, pengetahuan ataupun ilmu kepada seseorang yang belajar.[5]
B.  Macam-macam Teori Belajar dan Mengajar
Ketika berbicara mengenai macam-macam teori Belajar dan Mengajar, para ilmuan banyak sekali yang memberikan perhatian pada masalah ini (memberikan rumusan) mengenai teori belajar dan mengajar ini. Misalnya teori yang mendasarkan pada ilmu jiwa daya, tanggapan, asosiasi, trial & error, medan, gestalt, behaviorist dan lain-lain.
Namun kiranya, tidak cukup waktu untuk mengupas atau membahas semua teori belajar dan mengajar tersebut. Berikut akan dijelaskan beberapa teori-teori yang kiranya penting untuk diketahui.
a.    Menurut Ilmuan Barat
1.    Teori Gestalt
Psikologi Gestalt merupakan salah satu aliran psikologi yang mempelajari suatu gejala sebagai suatu keseluruhan atau totalitas, data-data dalam psikologi Gestalt disebut sebagai phenomena (gejala). Phenomena adalah data yang paling dasar dalam Psikologi Gestalt. Dalam hal ini Psikologi Gestalt sependapat dengan filsafat phenomonologi yang mengatakan bahwa suatu pengalaman harus dilihat secara netral. Dalam suatu phenomena terdapat dua unsur yaitu obyek dan arti. Obyek merupakan sesuatu yang dapat dideskripsikan, setelah tertangkap oleh indera, obyek tersebut menjadi suatu informasi dan sekaligus kita telah memberikan arti pada obyek itu.
Gestalt adalah sebuah teori yang menjelaskan proses persepsi melalui pengorganisasian komponen-komponen sensasi yang memiliki hubungan, pola, ataupun kemiripan menjadi kesatuan. Teori gestalt beroposisi terhadap teori strukturalisme. Teori gestalt cenderung berupaya mengurangi pembagian sensasi menjadi bagian-bagian kecil.
Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman, jadi dalam belajar yang penting adalah adanya penyesuaian pertama, yaitu memperoleh respon yang tepat untuk memecahkan problem yang dihadapi. Belajar yang penting bukan mengulangi hal-hal yang harus dipelajari, tetapi mengerti atau memperoleh insight.[6]
2.    Teori Konstruktivisme Jean Piaget dan Vygotski
Asal kata konstruktivisme adalah “to construct” yang artinya membangun atau menyusun. bahwa teori konstruktivisme adalah suatu teori belajar yang menekankan bahwa para siswa sebagai pelajar tidak menerima begitu saja pengetahuan yang mereka dapatkan, tetapi mereka secara aktif membangun pengetahuan secara individual. Menurut Von Glasersfeld  bahwa konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pengetahuan itu dibentuk oleh struktur konsepsi seseorang sewaktu berinteraksi dengan lingkungannya.
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus respon, kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya.[7]
  1. Teori Belajar Konstruktivisme Jean Piaget
Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama, menegaskan bahwa penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan. Peran guru dalam pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau moderator. Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya.
b.   Teori Belajar Konstruktivisme Vygotsky
Ratumanan mengemukakan bahwa karya Vygotsky didasarkan pada dua ide utama. Pertama, perkembangan intelektual dapat dipahami hanya bila ditinjau dari konteks historis dan budaya pengalaman anak. Kedua, perkembangan bergantung pada sistem-sistem isyarat mengacu pada simbol-simbol yang diciptakan oleh budaya untuk membantu orang berfikir, berkomunikasi dan memecahkan masalah, dengan demikian  perkembangan kognitif anak mensyaratkan sistem  komunikasi budaya dan belajar menggunakan sistem-sistem ini  untuk menyesuaikan proses-proses berfikir diri sendiri.[8]
3.    Teori Belajar Sosial Alburt Bandura
Teori belajar sosial dikenalkan oleh Albert Bandura, yang mana konsep dari teori ini menekankan pada komponen kognitif dari pikiran, pemahaman dan evaluasi. Menurut Bandura, orang belajar melalui pengalaman langsung atau pengamatan (mencontoh model). Orang belajar dari apa yang ia baca, dengar, dan lihat di media, dan juga dari orang lain dan lingkungannya.
Albert Bandura mengemukakan bahwa seorang individu belajar banyak tentang perilaku melalui peniruan/modeling, bahkan tanpa adanya penguat (reinforcement) sekalipun yang diterimanya. Proses belajar semacam ini disebut “observational learning” atau pembelajaran melalui pengamatan. Albert Bandura, mengemukakan bahwa teori pembelajaran sosial membahas tentang
(1) Bagaimana perilaku kita dipengaruhi oleh lingkungan melalui penguat (reinforcement) dan observational learning.
 (2) Cara pandang dan cara pikir yang kita miliki terhadap informasi,
 (3) Begitu pula sebaliknya, bagaimana perilaku kita mempengaruhi lingkungan kita dan menciptakan penguat (reinforcement) dan observational opportunity.

Dalam observational learning terdapat empat tahap belajar dari proses pengamatan atau modeling Proses yang terjadi dalam observational learning tersebut antara lain :
1.     Atensi, dalam tahapan ini seseorang harus memberikan perhatian terhadap model dengan cermat.
2.     Retensi, tahapan ini adalah tahapan mengingat kembali perilaku yang ditampilkan oleh model yang diamati maka seseorang perlu memiliki ingatan yang bagus terhadap perilaku model.
3.     Reproduksi, dalam tahapan ini seseorang yang telah memberikan perhatian untuk mengamati dengan cermat dan mengingat kembali perilaku yang telah ditampilkan oleh modelnya maka berikutnya adalah mencoba menirukan atau mempraktekkan perilaku yang dilakukan oleh model.
4.     Motivasional, tahapan berikutnya adalah seseorang harus memiliki motivasi untuk belajar dari model.
Teori belajar sosial berpangkal pada dalil bahwa tingkah laku manusia sebagian besar berpangkal pada dalil bahwa tingkah laku manusia sebagian besar adalah hasil pemerolehan, dan bahwa prinsip-prinsip belajar adalah cukup untuk menjelaskan bagaimana tingkah laku berkembang dan menetap. Akan tetapi, teori-teori sebelumnya selain kurang memberi perhatian pada konteks sosial dimana tingkah laku ini muncul, juga kurang menyadari fakta bahwa banyak peristiwa belajar yang penting terjadi dengan perantaraan orang lain. Artinya, sambil mengamati tingkah laku orang lain, individu-individu belajar mengimitasi atau meniru tingkah laku tersebut atau dalam hal tertentu menjadikan orang lain model bagi dirinya.[9]
b. Menurut Ilmuan Indonesia
Sebut saja beliau KI Hajar Dewantara, beliau adalah pahlawan sekaligus pendidik asli Indonesia, beliau juga dikenal dengan Bapak Pendidikan. Beliau melihat manusia lebih pada sisi psikologiknya. Menurutnya manusia memiliki daya cipta, karsa dan karya. Pengembangan manusia seutuhnya menuntut pengembangan suatu daya secara seimbang. Pengembangan yang menitikberatkan hanya pada satu daya akan menghasilkan ketidakutuhan pengembangan sebagai manusia. Pendidikan yang menitikberatkan kepada aspek intelektual belaka hanya akan menjauhkan peserta didik dari masyarakatnya.
Para guru hendaknya menjadi pribadi yang bermutu dalam kepribadian dan dan kerohanian, baru kemudian menyediakan diri untuk menjadi pahlawan dan juga mentiapkan peserta didik untuk menjadi pembela nusa dan bangsa, dengan kata lain yang diutamakan sebagai pendidik pertama-tama adalah funsinya sebagai model atau figure keteladanan, baru kemudian sebagai fasilitator atau pengajar.
Beliau mencetuskan tiga teori pendidikan, yaitu :
1.    Ing ngarsa sung tulada yaitu di depan memberikan teladan.
2.    Ing madya mangun karsa yaitu ditengah menciptakan peluang untuk berprakarsa.
3.    Tut wuri handayani yaitu dari belakang memberikan dorongan dan arahan.[10]
C.  Faktor yang Harus dipertimbangkan Ketika Mengkritisi Teori Belajar
Ada beberapa faktor yang yang harus dipertimbangkan ketika mengkritisi teori belajar, yaitu sebagai berikut :
1.    Mengenali tokoh, perjalanan hidup dan proses akademik yang ditempuh serta perjuangan yang ditempuh untukmenelurkan teori belajar yang dikemukakannya
2.    Memahami konteks generasi, situasi zaman atau tahun yang melatar-belakangi peristiwa kelahiran teori-teori belajar tersebut.
3.    Proses kekinian dari teori tersebut dan perkembangannya.
D.  Fungsi Teori
Perumusan sebuah teori itu bukan saja penting bagi pendidikan, melainkan juga sebagai faktor pendukung maju dan berkembangnya pendidikan, serta memecahkan masalah-masalah yang ditemukan dalam setiap bidang.
Selain itu, teori juga memiliki banyak fungsi atau peranan penting bagi dunia pendidikan. Diantaranya sebagai berikut :
1.    Membuat penemuan-penemuan menjadi sistematis.
Suatu teori dapat dignakan untuk membuat penemuan penelitian menjadi sistematis dan memberi arti pada pristiwa-pristiwa yang kelihatannya. Tidak ada hubungannya. Contoh persepsi warna dalam dunia tampak ditentukan oleh kekompleksan pemukaan yang begitu rumit. Dalam berbagai teori warna yang telah dirumuskan, misalnya teori Young Helmholz, kekomplsan ini dianalisis sebagai hasil interaksi sejumlah kecil atau reseptor warna dasar (biasanya tiga) yang terdapatdalam mata. Teori ini bukan hanya meyederhanakan sehingga membantu pemahama, melainkan juga dengan adanya teori ini dapat diatur sejumlah besar fenomena mejadi suatu skema yang koheren, misalnya buta warna dan lain-lain.
2.    Melahirkan hipotesis
Suatu teori merupakan generator yang tidak ternilai dari hipotesis-hipotesis penelitian. Salah satu kegunaan teori ialah menampaikan pada ilmuan letak jawaban atas pertanyaan-pertanyaan. Suatu teori yang baik dapat menghemat usaha-usaha yang tidak berguna dengan menunjukkan letak segi keuntungan bila dilakukan penelitian.
3.    Membuat prediksi
Suatu teori bukan hanya membawa ilmuan pada pengajuan  pertanyaan-pertanyaan yang mungkin akan berguna, melainkan teori itu juga dapat memperlihatkan apa yang dapat diharapkannya untuk ditemukan bila ia telah melakukan eksperimen atau pengamatan.
Sebagai contoh dapat dikemukan teori Newton. Teori ini memprediksi adanya planet-plenet yang pada saat itu belum diamati. Dengan menggunakan teori Newton dan mengamati orbit-orbit dari planet-plenet yang telah dikenal, diprediksi bahwa harus ada planet pada kedudukan tertentu terhadap matahari. Dengan cara ini planet-planet luar akhirnya ditemukan. Demikian pula pada suatu saat dalam masa perkembangan teori genetika diprediksi adanya kromosom-kromosom, walaupun  kromosom-kromosom ini tidak pernah diamati dengan mikroskop.
Kedua contoh diatas menunjukkan bahwa realita-realita tertentu ditemukan hanya sesudah dan mungkin juga hanya karena teori yang memprediksi adanya realita-realita itu telah dirumuskan.
4.    Memberi penjelasan
Suatu teori dapat digunakan untuk menjelaskan, jadi fungsi teori dalam hal ini ialah untuk menjawab pertanyaan "mengapa" yaitu mengapa terjadi pristiwa-pristiwa tertentu dan mengapa manipulasi suatu variabel menghasilkan perubahan pada variabel yang lain. Banyak kejadian alam ditentukan atau disebabkan oleh faktor-faktor yang tidak diketahui atau hanya diketahui tidak sempurna, jadi penjelasan-penjelasan kejadian semacam itu harus dilakukan secara teoritis.[11]




KESIMPULAN
Teori bukan saja penting, melainkan juga vital bagi bidang pendidikan agar dapat maju dan berkembang  serta memecahkan masalah-masalah yang ditemukan dalam setiap bidang. Sekarang kita menyadari bahwa ilmu apa pun untuk dapat berkembang harus dilandasi dengan adanya teori.
Oleh karena itu, kita harus cerdas dalam menentukan teori-teori yang kita gunakan baik dari teori ilmuan Barat maupun hanya dari ilmuan lokal saja untuk menunjang maju serta berkembangnya tujuan yang dicapai.















DAFTAR PUSTAKA
Bell, Margaret E., Belajar dan Membelajarkan, diterj oleh Munandir, Jakarta, Raja Graffindo Persada, 1994.
Dahar, Ratna Wilis, Teori-teori Belajar & Pembelajaran, Jakarta, Erlangga : 2011.
Departemen Agama, al-Qur'an Tarjamah & Asbabunnuzul, Jakarta : Panca Cemerlang, 2010.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA, Jakarta, Balai Pustaka : 1989.
Fitriah, Aziza, Power Point Strategi Belajar Mengajar, dipersentasikan pada tanggal 13 Maret 2014, Fakultas Ushuluddin IAIN Antasari Banjarmasin.
Makmun, Abin Syamsuddin, Psikologi Kependidikan (Perangkat Sistem Pengajaran Modul), Bandung, PT Remaja Rosdakarya : 2001.
Rajasa, Sultan, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya, Karya Utama : tth.
Sardiman, Interaksi & Motivasi Belajar dan Mengajar, Jakarta, Raja Graffindo Persada, 2006.
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta, Rineka Cipta : 2003.
Sungkono, Hono dan Indah Dwi Purnama, Teori Pembelajaran Menurut KI Hajar Dewantara, Lampung, STIKIP TUNAS BANGSA : 2011.
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif (Konsep, Landasan dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP), Jakarta, Kencana :2010.



[1] Departemen Agama, al-Qur'an Tarjamah & Asbabunnuzul, (Jakarta : Panca Cemerlang, 2010), hlm 597.
[2] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA, (Jakarta, Balai Pustaka : 1989), cet ke-2, hlm 932. Lihat juga Sultan Rajasa, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya, Karya Utama : tth), hlm 602.
[3] Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar & Pembelajaran, (Jakarta, Erlangga : 2011),  hlm 12.
[4] Abin Syamsuddin Makmun, Psikologi Kependidikan (Perangkat Sistem Pengajaran Modul), (Bandung, PT Remaja Rosdakarya : 2001), cet ke-4, hlm 157.
[5] Aziza Fitriah, Power Point Strategi Belajar Mengajar, dipersentasikan pada tanggal 13 Maret 2014, Fakultas Ushuluddin IAIN Antasari Banjarmasin.
[6] Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta, Rineka Cipta : 2003), cet ke-4, hlm 9.
[7] Sardiman, Interaksi & Motivasi Belajar dan Mengajar, (Jakarta, Raja Graffindo Persada, 2006), hlm 37. Lihat juga Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif (Konsep, Landasan dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP), (Jakarta, Kencana :2010), cet ke-2, hlm 2010.
[8] Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar & Pembelajaran, hlm 22.
[9] Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar & Pembelajaran, hlm 22-23. Lihat juga Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif (Konsep, Landasan dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP), hlm 38-39.
[10] Hono Sungkono dan Indah Dwi Purnama, Teori Pembelajaran Menurut KI Hajar Dewantara, (Lampung, STIKIP TUNAS BANGSA : 2011), hlm 4-5.
[11] Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar & Pembelajaran, hlm 11-13. Lihat juga Margaret E. Bell, Belajar dan Membelajarkan, diter oleh Munandir, (Jakarta, Raja Graffindo Persada, 1994), cet ke-2, hlm 6.

No comments:

Post a Comment