PENDAHULUAN
Islam mengajarkan kepada penganutnya untuk menjadi
orang yang cerdas, hal itu berdasarkan wahyu yang pertama kali diturunkan oleh
Allah swt, yaitu surat al-'Alaq yang berisi tentang anjuran Membaca yaitu "إقرأ",[1]
serta hadis yang diajarkan oleh Rasulullah saw : "Tuntutlah Ilmu dari
Buaian Sampai Liang Lahat".
Agama lainpun juga mengajarkan hal yang sama, yaitu
menjadikan penganutnya orang yang berpendidikan. Lihat saja kota Finlandia yang
menjadi kota yang paling maju dan berkembang nomor satu di dunia dalam bidang
pendidikan. Begitu juga Jepang yang maju akan tekhnologinya dan itu tak
terlepas dari pendidikan yang dimilikinya. Sehingga menjadikan kedua tersebut
sasaran pelajar dunia untuk melanjutkan jenjang pendidikannya.
Maju dan berkembangnya pendidikan dan pengetahuan
mereka, tak lepas dari teori-teori yang dipelajarinya yang kemudian
diaplikasikan dalam kehidupannya.
Berangkat dari permasalahan tersebut, disini penulis
akan membahas mengenai apa itu teori belajar dan mengajar, macam-macam teori
belajar dan mengajar, faktor yang diteliti ketika mengkritisi teori belajar dan
kegunaan dari teori tersebut.
PEMBAHASAN
A. Definisi Teori Belajar dan Mengajar
a. Teori
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia teori
diartikan dengan pendapat yang dikemukan sebagai keterangan mengenai suatu
peristiwa, asas dan hukum yang menjadi dasar suatu kesenian atau ilmu
pengetahuan serta pendapat, cara atau aturan untuk melakukan sesuatu.[2]
Adapun secara istilah Snelbecker mengartikan bahwa
teori merupakan sejumlah proposisi yang terintegrasi secara sintaktik (artinya
kumpulan proposisi ini mengikuti aturan-aturan tertentu yang dapat
menghubungkan secara logis proposisi yang satu dengan proposisi yang lain dan
juga pada data yang diamati) serta yang digunakan untuk memprediksi dan
menjelaskan pristiwa-pristiwa yang diamati.[3]
b.
Belajar
Para cendekiawan terdapat keragaman dalam cara
menjelaskan mendefinisikan makna belajar (learning). Namun baik secara
eksplisit maupun secara implisit pada akhirnya terdapat kesamaan maknanya,
ialah bahwa definisi manapun konsep belajar itu selalu menunjukkan kepada suatu
proses perubahan prilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktik atau
pengamalan tertentu.[4]
c.
Mengajar
Mengajar merupakan upaya menyampaikan pengetahuan
kepada siswa atau dapat dikatakan bahwa mengajar merupakan kegiatan memberikan
suatu pengalaman, pengetahuan ataupun ilmu kepada seseorang yang belajar.[5]
B. Macam-macam Teori Belajar dan Mengajar
Ketika berbicara mengenai macam-macam teori Belajar
dan Mengajar, para ilmuan banyak sekali yang memberikan perhatian pada masalah
ini (memberikan rumusan) mengenai teori belajar dan mengajar ini. Misalnya
teori yang mendasarkan pada ilmu jiwa daya, tanggapan, asosiasi, trial
& error, medan, gestalt, behaviorist dan lain-lain.
Namun kiranya, tidak cukup waktu untuk mengupas atau
membahas semua teori belajar dan mengajar tersebut. Berikut akan dijelaskan
beberapa teori-teori yang kiranya penting untuk diketahui.
a. Menurut Ilmuan Barat
1. Teori
Gestalt
Psikologi
Gestalt merupakan salah satu aliran psikologi yang mempelajari suatu gejala
sebagai suatu keseluruhan atau totalitas, data-data dalam psikologi Gestalt
disebut sebagai phenomena (gejala). Phenomena adalah data yang
paling dasar dalam Psikologi Gestalt. Dalam hal ini Psikologi Gestalt
sependapat dengan filsafat phenomonologi yang mengatakan bahwa suatu pengalaman
harus dilihat secara netral. Dalam suatu phenomena terdapat dua unsur yaitu
obyek dan arti. Obyek merupakan sesuatu yang dapat dideskripsikan, setelah
tertangkap oleh indera, obyek tersebut menjadi suatu informasi dan sekaligus
kita telah memberikan arti pada obyek itu.
Gestalt
adalah sebuah teori yang menjelaskan proses persepsi melalui pengorganisasian
komponen-komponen sensasi yang memiliki hubungan, pola, ataupun kemiripan menjadi
kesatuan. Teori gestalt beroposisi terhadap teori strukturalisme. Teori
gestalt cenderung berupaya mengurangi pembagian sensasi menjadi bagian-bagian
kecil.
Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari
Jerman, jadi dalam belajar yang penting adalah adanya penyesuaian pertama,
yaitu memperoleh respon yang tepat untuk memecahkan problem yang dihadapi.
Belajar yang penting bukan mengulangi hal-hal yang harus dipelajari, tetapi
mengerti atau memperoleh insight.[6]
2. Teori Konstruktivisme
Jean Piaget dan Vygotski
Asal kata konstruktivisme
adalah “to construct” yang artinya membangun atau menyusun. bahwa teori konstruktivisme
adalah suatu teori belajar yang menekankan bahwa para siswa sebagai pelajar
tidak menerima begitu saja pengetahuan yang mereka dapatkan, tetapi mereka
secara aktif membangun pengetahuan secara individual. Menurut Von
Glasersfeld bahwa konstruktivisme adalah
salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah
konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pengetahuan itu dibentuk oleh
struktur konsepsi seseorang sewaktu berinteraksi dengan lingkungannya.
Teori Konstruktivisme
didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif,
yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan
aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang
bersifat mekanistik antara stimulus respon, kontruktivisme lebih
memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan
pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan
pengalamanya.[7]
- Teori Belajar Konstruktivisme Jean Piaget
Piaget yang
dikenal sebagai konstruktivis pertama, menegaskan bahwa penekanan teori kontruktivisme
pada proses untuk menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas
lapangan. Peran guru dalam pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah
sebagai fasilitator atau moderator. Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik
yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget
menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan
kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya.
b. Teori Belajar Konstruktivisme Vygotsky
Ratumanan
mengemukakan bahwa karya Vygotsky didasarkan pada dua ide utama. Pertama,
perkembangan intelektual dapat dipahami hanya bila ditinjau dari konteks
historis dan budaya pengalaman anak. Kedua, perkembangan bergantung pada
sistem-sistem isyarat mengacu pada simbol-simbol yang diciptakan oleh budaya
untuk membantu orang berfikir, berkomunikasi dan memecahkan masalah, dengan
demikian perkembangan kognitif anak mensyaratkan sistem komunikasi
budaya dan belajar menggunakan sistem-sistem ini untuk menyesuaikan proses-proses
berfikir diri sendiri.[8]
3. Teori Belajar Sosial Alburt Bandura
Teori belajar sosial dikenalkan oleh Albert Bandura,
yang mana konsep dari teori ini menekankan pada komponen kognitif dari pikiran,
pemahaman dan evaluasi. Menurut Bandura, orang belajar melalui pengalaman
langsung atau pengamatan (mencontoh model). Orang belajar dari apa yang ia
baca, dengar, dan lihat di media, dan juga dari orang lain dan lingkungannya.
Albert Bandura mengemukakan bahwa seorang individu
belajar banyak tentang perilaku melalui peniruan/modeling, bahkan tanpa adanya
penguat (reinforcement) sekalipun yang diterimanya. Proses belajar
semacam ini disebut “observational learning” atau pembelajaran melalui
pengamatan. Albert Bandura, mengemukakan bahwa teori pembelajaran sosial membahas
tentang
(1)
Bagaimana perilaku kita dipengaruhi oleh lingkungan melalui penguat (reinforcement)
dan observational learning.
(2) Cara pandang dan cara pikir yang kita
miliki terhadap informasi,
(3) Begitu pula sebaliknya, bagaimana perilaku
kita mempengaruhi lingkungan kita dan menciptakan penguat (reinforcement)
dan observational opportunity.
Dalam observational learning terdapat empat
tahap belajar dari proses pengamatan atau modeling Proses yang terjadi dalam observational
learning tersebut antara lain :
1. Atensi, dalam tahapan ini seseorang harus memberikan
perhatian terhadap model dengan cermat.
2. Retensi, tahapan ini adalah tahapan mengingat kembali
perilaku yang ditampilkan oleh model yang diamati maka seseorang perlu memiliki
ingatan yang bagus terhadap perilaku model.
3. Reproduksi, dalam tahapan ini seseorang yang telah
memberikan perhatian untuk mengamati dengan cermat dan mengingat kembali
perilaku yang telah ditampilkan oleh modelnya maka berikutnya adalah mencoba
menirukan atau mempraktekkan perilaku yang dilakukan oleh model.
4. Motivasional, tahapan berikutnya adalah seseorang
harus memiliki motivasi untuk belajar dari model.
Teori belajar sosial berpangkal pada dalil bahwa
tingkah laku manusia sebagian besar berpangkal pada dalil bahwa tingkah laku
manusia sebagian besar adalah hasil pemerolehan, dan bahwa prinsip-prinsip
belajar adalah cukup untuk menjelaskan bagaimana tingkah laku berkembang dan
menetap. Akan tetapi, teori-teori sebelumnya selain kurang memberi perhatian
pada konteks sosial dimana tingkah laku ini muncul, juga kurang menyadari fakta
bahwa banyak peristiwa belajar yang penting terjadi dengan perantaraan orang
lain. Artinya, sambil mengamati tingkah laku orang lain, individu-individu
belajar mengimitasi atau meniru tingkah laku tersebut atau dalam hal tertentu
menjadikan orang lain model bagi dirinya.[9]
b.
Menurut Ilmuan Indonesia
Sebut saja beliau KI Hajar Dewantara, beliau adalah
pahlawan sekaligus pendidik asli Indonesia, beliau juga dikenal dengan Bapak
Pendidikan. Beliau melihat manusia lebih pada sisi psikologiknya. Menurutnya
manusia memiliki daya cipta, karsa dan karya. Pengembangan manusia seutuhnya
menuntut pengembangan suatu daya secara seimbang. Pengembangan yang
menitikberatkan hanya pada satu daya akan menghasilkan ketidakutuhan
pengembangan sebagai manusia. Pendidikan yang menitikberatkan kepada aspek
intelektual belaka hanya akan menjauhkan peserta didik dari masyarakatnya.
Para guru hendaknya menjadi pribadi yang bermutu
dalam kepribadian dan dan kerohanian, baru kemudian menyediakan diri untuk
menjadi pahlawan dan juga mentiapkan peserta didik untuk menjadi pembela nusa
dan bangsa, dengan kata lain yang diutamakan sebagai pendidik pertama-tama
adalah funsinya sebagai model atau figure keteladanan, baru kemudian sebagai
fasilitator atau pengajar.
Beliau
mencetuskan tiga teori pendidikan, yaitu :
1. Ing
ngarsa sung tulada yaitu
di depan memberikan teladan.
2. Ing
madya mangun karsa yaitu
ditengah menciptakan peluang untuk berprakarsa.
C. Faktor
yang Harus dipertimbangkan Ketika Mengkritisi Teori Belajar
Ada beberapa
faktor yang yang harus dipertimbangkan ketika mengkritisi teori belajar, yaitu
sebagai berikut :
1. Mengenali tokoh,
perjalanan hidup dan proses akademik yang ditempuh serta perjuangan yang
ditempuh untukmenelurkan teori belajar yang dikemukakannya
2. Memahami konteks
generasi, situasi zaman atau tahun yang melatar-belakangi peristiwa kelahiran
teori-teori belajar tersebut.
3. Proses kekinian
dari teori tersebut dan perkembangannya.
D. Fungsi
Teori
Perumusan sebuah teori itu bukan saja penting bagi
pendidikan, melainkan juga sebagai faktor pendukung maju dan berkembangnya
pendidikan, serta memecahkan masalah-masalah yang ditemukan dalam setiap
bidang.
Selain itu, teori juga memiliki banyak fungsi atau
peranan penting bagi dunia pendidikan. Diantaranya sebagai berikut :
1. Membuat
penemuan-penemuan menjadi sistematis.
Suatu teori dapat dignakan untuk membuat penemuan
penelitian menjadi sistematis dan memberi arti pada pristiwa-pristiwa yang
kelihatannya. Tidak ada hubungannya. Contoh persepsi warna dalam dunia tampak
ditentukan oleh kekompleksan pemukaan yang begitu rumit. Dalam berbagai teori
warna yang telah dirumuskan, misalnya teori Young Helmholz, kekomplsan ini
dianalisis sebagai hasil interaksi sejumlah kecil atau reseptor warna dasar
(biasanya tiga) yang terdapatdalam mata. Teori ini bukan hanya meyederhanakan
sehingga membantu pemahama, melainkan juga dengan adanya teori ini dapat diatur
sejumlah besar fenomena mejadi suatu skema yang koheren, misalnya buta warna
dan lain-lain.
2. Melahirkan
hipotesis
Suatu teori merupakan generator yang tidak ternilai
dari hipotesis-hipotesis penelitian. Salah satu kegunaan teori ialah
menampaikan pada ilmuan letak jawaban atas pertanyaan-pertanyaan. Suatu teori
yang baik dapat menghemat usaha-usaha yang tidak berguna dengan menunjukkan
letak segi keuntungan bila dilakukan penelitian.
3. Membuat
prediksi
Suatu teori bukan hanya membawa ilmuan pada
pengajuan pertanyaan-pertanyaan yang
mungkin akan berguna, melainkan teori itu juga dapat memperlihatkan apa yang
dapat diharapkannya untuk ditemukan bila ia telah melakukan eksperimen atau
pengamatan.
Sebagai contoh dapat dikemukan teori Newton. Teori
ini memprediksi adanya planet-plenet yang pada saat itu belum diamati. Dengan
menggunakan teori Newton dan mengamati orbit-orbit dari planet-plenet yang
telah dikenal, diprediksi bahwa harus ada planet pada kedudukan tertentu
terhadap matahari. Dengan cara ini planet-planet luar akhirnya ditemukan.
Demikian pula pada suatu saat dalam masa perkembangan teori genetika diprediksi
adanya kromosom-kromosom, walaupun
kromosom-kromosom ini tidak pernah diamati dengan mikroskop.
Kedua contoh diatas menunjukkan bahwa
realita-realita tertentu ditemukan hanya sesudah dan mungkin juga hanya karena
teori yang memprediksi adanya realita-realita itu telah dirumuskan.
4. Memberi
penjelasan
Suatu teori dapat digunakan untuk menjelaskan, jadi
fungsi teori dalam hal ini ialah untuk menjawab pertanyaan "mengapa"
yaitu mengapa terjadi pristiwa-pristiwa tertentu dan mengapa manipulasi suatu
variabel menghasilkan perubahan pada variabel yang lain. Banyak kejadian alam
ditentukan atau disebabkan oleh faktor-faktor yang tidak diketahui atau hanya
diketahui tidak sempurna, jadi penjelasan-penjelasan kejadian semacam itu harus
dilakukan secara teoritis.[11]
KESIMPULAN
Teori bukan saja penting, melainkan juga vital bagi
bidang pendidikan agar dapat maju dan berkembang serta memecahkan masalah-masalah yang
ditemukan dalam setiap bidang. Sekarang kita menyadari bahwa ilmu apa pun untuk
dapat berkembang harus dilandasi dengan adanya teori.
Oleh karena itu, kita harus cerdas dalam menentukan
teori-teori yang kita gunakan baik dari teori ilmuan Barat maupun hanya dari
ilmuan lokal saja untuk menunjang maju serta berkembangnya tujuan yang dicapai.
DAFTAR
PUSTAKA
Bell, Margaret E., Belajar dan
Membelajarkan, diterj oleh Munandir, Jakarta, Raja Graffindo Persada, 1994.
Dahar, Ratna Wilis, Teori-teori
Belajar & Pembelajaran, Jakarta, Erlangga : 2011.
Departemen Agama, al-Qur'an
Tarjamah & Asbabunnuzul, Jakarta : Panca Cemerlang, 2010.
Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA, Jakarta, Balai Pustaka : 1989.
Fitriah, Aziza, Power Point
Strategi Belajar Mengajar, dipersentasikan pada tanggal 13 Maret 2014,
Fakultas Ushuluddin IAIN Antasari Banjarmasin.
Makmun, Abin Syamsuddin, Psikologi
Kependidikan (Perangkat Sistem Pengajaran Modul), Bandung, PT Remaja
Rosdakarya : 2001.
Rajasa, Sultan, Kamus Ilmiah
Populer, Surabaya, Karya Utama : tth.
Sardiman,
Interaksi & Motivasi Belajar dan Mengajar, Jakarta, Raja Graffindo
Persada, 2006.
Slameto, Belajar dan
Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta, Rineka Cipta : 2003.
Sungkono, Hono dan Indah Dwi Purnama,
Teori Pembelajaran Menurut KI Hajar Dewantara, Lampung, STIKIP TUNAS
BANGSA : 2011.
Trianto,
Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif (Konsep, Landasan dan
Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP), Jakarta,
Kencana :2010.
[1] Departemen Agama, al-Qur'an
Tarjamah & Asbabunnuzul, (Jakarta : Panca Cemerlang, 2010), hlm 597.
[2] Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA, (Jakarta, Balai Pustaka :
1989), cet ke-2, hlm 932. Lihat juga Sultan Rajasa, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya,
Karya Utama : tth), hlm 602.
[3] Ratna Wilis Dahar, Teori-teori
Belajar & Pembelajaran, (Jakarta, Erlangga : 2011), hlm 12.
[4] Abin Syamsuddin Makmun, Psikologi
Kependidikan (Perangkat Sistem Pengajaran Modul), (Bandung, PT Remaja
Rosdakarya : 2001), cet ke-4, hlm 157.
[5] Aziza Fitriah, Power Point
Strategi Belajar Mengajar, dipersentasikan pada tanggal 13 Maret 2014,
Fakultas Ushuluddin IAIN Antasari Banjarmasin.
[6] Slameto, Belajar dan
Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta, Rineka Cipta : 2003), cet
ke-4, hlm 9.
[7] Sardiman,
Interaksi & Motivasi Belajar dan Mengajar, (Jakarta, Raja Graffindo
Persada, 2006), hlm 37. Lihat juga Trianto, Mendesain Model Pembelajaran
Inovatif Progresif (Konsep, Landasan dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan KTSP), (Jakarta, Kencana :2010), cet ke-2, hlm 2010.
[8] Ratna Wilis Dahar, Teori-teori
Belajar & Pembelajaran, hlm 22.
[9] Ratna Wilis Dahar, Teori-teori
Belajar & Pembelajaran, hlm 22-23. Lihat juga Trianto, Mendesain
Model Pembelajaran Inovatif Progresif (Konsep, Landasan dan Implementasinya
pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP), hlm 38-39.
[10] Hono Sungkono dan Indah Dwi
Purnama, Teori Pembelajaran Menurut KI Hajar Dewantara, (Lampung, STIKIP
TUNAS BANGSA : 2011), hlm 4-5.
[11] Ratna Wilis Dahar, Teori-teori
Belajar & Pembelajaran, hlm 11-13. Lihat juga Margaret E. Bell, Belajar
dan Membelajarkan, diter oleh Munandir, (Jakarta, Raja Graffindo Persada,
1994), cet ke-2, hlm 6.
No comments:
Post a Comment