Tradisi Santri oleh : Arif Sugian
Dulu, aku sempat mondok selama kurang-lebih 3 tahun di
sebuah pesantren yang terletak di kota Barabai. Kota yang terkenal dengan
sebutan “Kota Apam”. Kehidupan pondok begitu hiterogen. Pondok merupakan
miniatur kehidupan di luarnya, yaitu masyarakat. Di dalamnya membaur bermacam
perbedaan, baik dari segi watak, usia, status sosial, dan lain sebagainya.
Uniknya, ketika masuk disana semua dianggap sama, satu
dengan yang lainnya. Setiap santri yang baru masuk pondok, apapun statusnya,
dan berapapun usianya, semua akan dikumpulkan dalam kelas yang sama. Baik yang tamat
SD, SMP, SMA, bahkan orang tua yang sudah menikahpun, tetap dikumpulkan dalam
kelas yang sama dan pelajaran yang sama pula. Unik bukan?.
Setelah beberapa waktu disana, ku temukan tradisi yang
juga tak kalah unik menurutku. Tak pernah ku jumpai sebelumnya, yaitu ketika santri mendapat kiriman dari
orang tuanya, biasanya di dalam kiriman tersebut terdapat bermacam-macam
makanan, baik sejenis kue-kue an, mie instan, makanan ringan dan sebagainya.
Uniknya, ketika santri yang dapat kiriman mulai
membagikan kirimannya, santri yang lain sudah siap memasang kuda-kudanya untuk
berebut mendapatkan makanan tersebut, yang anehnya setelah makanan tersebut
direbutkan, nanti ujung-ujungnya tetap makan sama-sama juga tanpa adanya
perkelahian.
Suatu malam, ada kabar bahwa salah satu santri (kawan
kami) ada yang akan dapat kiriman. Tanpa diketahui ada salah seorang santri
yang berasal dari Binuang, ia dikenal dengan “Si Tacut”. Ia berinisiatif untuk
mengerjai santri-santri yang lain dengan mengatakan bahwa yang akan mendapatkan
kiriman tersebut mau membagi kirimannya asal semuanya kumpul diasrama dengan
lampu yang dipadamkan, santripun duduk dan berkumpul dalam satu asrama dengan keadaan
gelap gulita, santri yang dapat kiriman itupun datang dengan membawa sebuah
piring besar (Talam), para santripun sudah bersiap-siap untuk berebut, setelah
para santri menggenggam makanan yang direbutkan tadi, mereka bingung kenapa
kuenya agak basah-basah, setelah dinyalakan lampunya, mereka sadar bahwa yang
mereka rebutkan adalah nasi basi, yang tadinya kue diganti nasi basi oleh “Si
Tacut” dari binuang tadi.
Para santripun agak kesal, namun setelah mereka
mengetahui bahwa yang mengganti dengan nasi basi itu adalah si tacut mereka
tidak jadi kesal karena takut dengannya. Hehehe.
No comments:
Post a Comment