Friday, October 2, 2015

Tradisi Santri



Tradisi Santri oleh : Arif Sugian
Dulu, aku sempat mondok selama kurang-lebih 3 tahun di sebuah pesantren yang terletak di kota Barabai. Kota yang terkenal dengan sebutan “Kota Apam”. Kehidupan pondok begitu hiterogen. Pondok merupakan miniatur kehidupan di luarnya, yaitu masyarakat. Di dalamnya membaur bermacam perbedaan, baik dari segi watak, usia, status sosial, dan lain sebagainya.
Uniknya, ketika masuk disana semua dianggap sama, satu dengan yang lainnya. Setiap santri yang baru masuk pondok, apapun statusnya, dan berapapun usianya, semua akan dikumpulkan dalam kelas yang sama. Baik yang tamat SD, SMP, SMA, bahkan orang tua yang sudah menikahpun, tetap dikumpulkan dalam kelas yang sama dan pelajaran yang sama pula. Unik bukan?.
Setelah beberapa waktu disana, ku temukan tradisi yang juga tak kalah unik menurutku. Tak pernah ku jumpai sebelumnya,  yaitu ketika santri mendapat kiriman dari orang tuanya, biasanya di dalam kiriman tersebut terdapat bermacam-macam makanan, baik sejenis kue-kue an, mie instan, makanan ringan dan sebagainya.
Uniknya, ketika santri yang dapat kiriman mulai membagikan kirimannya, santri yang lain sudah siap memasang kuda-kudanya untuk berebut mendapatkan makanan tersebut, yang anehnya setelah makanan tersebut direbutkan, nanti ujung-ujungnya tetap makan sama-sama juga tanpa adanya perkelahian.
Suatu malam, ada kabar bahwa salah satu santri (kawan kami) ada yang akan dapat kiriman. Tanpa diketahui ada salah seorang santri yang berasal dari Binuang, ia dikenal dengan “Si Tacut”. Ia berinisiatif untuk mengerjai santri-santri yang lain dengan mengatakan bahwa yang akan mendapatkan kiriman tersebut mau membagi kirimannya asal semuanya kumpul diasrama dengan lampu yang dipadamkan, santripun duduk dan berkumpul dalam satu asrama dengan keadaan gelap gulita, santri yang dapat kiriman itupun datang dengan membawa sebuah piring besar (Talam), para santripun sudah bersiap-siap untuk berebut, setelah para santri menggenggam makanan yang direbutkan tadi, mereka bingung kenapa kuenya agak basah-basah, setelah dinyalakan lampunya, mereka sadar bahwa yang mereka rebutkan adalah nasi basi, yang tadinya kue diganti nasi basi oleh “Si Tacut” dari binuang tadi.
Para santripun agak kesal, namun setelah mereka mengetahui bahwa yang mengganti dengan nasi basi itu adalah si tacut mereka tidak jadi kesal karena takut dengannya. Hehehe.

No comments:

Post a Comment