PENDAHULUAN
Membangun rumah tangga dalam sebuah ikatan perkawinan
ibarat membangun sebuah kontruksi bangunan, kita bisa merencanakan kemegahan
bangunan dan arsiteknya, namun hal yang paling penting adalah fondasi yang
menopang bangunan tersebut. Jika fondasinya kuat dan aman maka bangunan
tersebut akan tahan dari terpaan badai, angin, hujan, atau gempa yang pasti
datang entah cepat atau lambat, tapi sebaliknya jika bangunan tersebut
fondasinya lemah maka dengan mudahnya juga bangunan tersebut akan roboh, begitu
juga dengan halnya perkawinan.
Kebahagian dalam sebuah perkawinan tidak tercipta begitu
saja, tentu ada beberapa faktor atau proses yang menyebabkan seseorang mencapai
kebahagiaan tersebut diantaranya terpenuhinya hak dan kewajiban antara pasangan
suami istri. Permasalahan rumah tangga akan menjadi probem yang serius jika
kita tidak bisa atau tidak mengetahui cara menghadapinya.
Mungkin jarang, atau bahkan tak ada satupun pasangan yang
berumah tangga yang bebas dari ujian, godaan, percekcokan bahkan pertikaian
yang sering kali berakhir dengan perceraian.
Oleh karena itu, disini penulis ingin menjelaskan tentang
pentingnya memenuhi hak dan kewajiban suami istri menurut Islam sebagai sarana
untuk mewujudkan keluarga sakinah, mawaddah, warahmah. Namun, sebelum
menjelaskan tentang hak dan kewajiban suami istri menurut Islam, penulis akan
menjelaskan tentang pengertian dari hak dan kewajiban itu sendiri.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Hak dan Kewajiban
Sesuatu yang diterima setelah
manusia diberatkan atas kewajiban adalah hak. Hak dan kewajiban tak bisa
dipisahkan. Dalam kamus besar bahasa Indonesia hak diartikan sebagai kepunyaan,
kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh
undang-undang atau aturan), kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk
menuntut sesuatu, derajat atau martabat, dan wewenang menurut hukum.[1]
Selain itu hak
juga bisa diartikan sebagai milik, kepunyaan yang tidak hanya berupa benda saja,
melainkan pula berupa tindakan, pikiran dan hasil pikiran.[2] Contoh
jika dari seseorang mempunyai hak atas sebidang tanah maka ia berwenang, berkuasa
untuk bertindak atau memanfaatkan terhadap miliknya itu. Misalnya menjual,
memberikan kepada orang lain, mengolah dan sebagainya.
Sedangkan kewajiban diartikan
sebagai sesuatu yang harus dilaksanakan, keharusan, pekerjaan, tugas, dan
segala tugas yang menjadi tugas manusia.[3]Didalam Islam kewajiban ditempatkan sebagai salah
satu hukum syara’ yaitu sesuatu perbuatan yang apabila dikerjakan akan
mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan akan mendapat siksa. Dengan kata lain,
bahwa kewajiban dalam agama berkaitan dengan pelaksanaan hak yang diwajibkan
oleh Allah. Misalnya kewajiban mengerjakan shalat lima waktu, puasa bulan
ramadhan dan lain-lain.
B.
Hak dan Kewajiban Suami Istri
Hak Bersama
1.
Halal bergaul antara suami dan istri dan masing-masing dapat
bersenang-senang satu sama lain.
2.
Terjadi hubungan mahram semenda, istri menjadi mahram ayah suami, kakeknya,
dan seterusnya keatas, demikian pula suami menjadi mahram ibu istri, neneknya,
dan seterusnya keatas.
3.
Terjadi hubungan waris mewaris antara suami dan istri sejak akad nikah
dilaksanakan. Istri berhak menerima waris atas peninggalan suami, demikian anpula
suami berhak atas waris peninggalan istri meskipun belum pernah melakukan
pergaulan suami istri
4.
Anak yang lahir dari istri bernasab pada suaminya (apabila pembuahan
terjadi sebagai hasil hubungan setelah nikah)
5.
Bergaul dengan baik antara suami dan istri sehingga tercipta kehidupan yang
harmonis dan damai.[4]
Hak – Hak Suami
Hak-hak suami yang wajib
dipenuhi oleh istri hanya merupakan hak-hak bukan kebendaan, sebab menurut
Islam istri tidak dibebani kewajiban kebendaan yang diperlukan untuki mencukupi
kehidupan hidup keluarga. Beda halnya jika keadaan yang mendesak, usaha yang
sudah dilakukan suami tidak bisa mencukupi kebutuhan keluarga, dalam batas yang
tidak memberatkan istri dibolehkan untuk membantu mencukupi kebutuhan keluarga.
Menurut Ahmad Azhar Basyir
hak-hak suami dapat diklasifikasikan menjadi dua, Pertama, hak yang
harus ditaati mengenai hal-hal yang menyangkut hidup perkawinan, Kedua, hak
memberi pelajaran kepada istri dengan cara yang baik dan layak dengan kedudukan
suami istri.
Pertama, hak yang harus
ditaati :
A.
Istri menetap dengan suami dirumah yang telah disediakan.
Istri berkewajiban memenuhi hak suami bertempat tinggal
dirumah yang telah disediakan jika memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a.
Suami telah memenuhi kewajiban membayar mahar untuk istri
b.
Rumah yang disediakan suami pantas menjadi tempat tinggal istri, serta
dilengkapi dengan prabot dan alat yang diperlukan untuk hidup berumah tangga
secara wajar, sederhana, dan sesuai kemampuan suami.
c.
Rumah yang disediakan cukup menjamin keamanan jiwa dan harta bendanya tidak
terlalu jauh dengan tetangga dan penjaga-penjaga keamanan.
d.
Suami dapat menjamin keselamatan istri ditempat yang disediakan.
B.
Taat kepada perintah suami, kecuali melanggar perintah Allah
Istri berkewajiban memenuhi hak suami, taat kepada
perintah-perintahnya apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a.
perintah yang disuruh suami ada hubungannya dengan kehidupan rumah tangga.
b.
Perintah yang disuruh harus sejalan dengan aturan syariat.
c.
Suami memenuhi kewajiban-kewajibannya yang menjadi hak istri baik yang
bersifat kebendaan maupun yang bukan bersifat kebendaan.
C.
tidak keluar rumah kecuali seizin
suami
istri wajib berdiam di rumah dan tidak keluar tanpa
seizin suami apabila memenuhi syarat sebagai berikut :
a.
suami telah memenuhi kewajiban membayar mahar untuk istri.
b.
Larangan keluar rumah tidak berakibat memutuskan hubungan keluarga, dengan
demikian apabila suami melarang istri untuk menjenguk keluarganya maka istri
tidak wajib taat. Ia boleh keluar berkunjung namun tidak boleh bermalam tanpa
seizin suami.
D.
Tidak menerima masuknya seseorang tanpa izin suami.[5]
Kedua, hak memberi pelajaran
Apabila terjadi kekhawatiran suami
bahwa istrinya berikap nusyuz maka tindakan pertama yang dilakukan suami adalah
menasihatinya, apabila tindakan pertama tidak membawa hasil maka hendaknya ia
memisahkan tempat tidur, jika masih saja tidak membawa hasil maka sang suami
boleh memukulnya.[6]
Alquran menjelaskan
bahwa suami diperbolehkan memberi pelajaran terhadap istrinya dengan jalan
memukul itu, hanya apabila istri memang tidak mudah diberi pelajaraan dengan
cara yang halus, itupun baru dilakukan dalam tindakan yang terakhir dan dengan
cara tidak mengakibatkan luka pada istri serta tidak pula pada bagian mukanya.[7]
Dalam perspektif
lain, Abdullah bin Muhammad al-Dawud mengemukan pendapatnya mengenai hak suami
yaitu sebagai berikut :
1. Mendapat Balasan Kebaikan Istrinya
Dari Abu Said al-Khudri berkata
: seseorang laki-laki dengan membawa putrinya datang menghadap rasulullah saw,
dia berkata wahai rasulullah, ini adalah putriku, dia menolak aku nikahkan,
maka beliau berkata kepadanya, turutilah kemauan ayahmu”, dia berkata demi zat
yang mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak akan menikah sampai engkau
memberitahuku apa saja hak suami atas istrinya. Beliau berkata, hak suami atas
istrinya, seandainya sang suami terluka, lalu istrinya menjilatnya atau
hidungnya mengeluarkan darah atau nanah, lalu dia menelannya, maka dia belum
melunasi hak sang suami.
Rasulullah saw bersabda kepada
bibi Hushain bin Muhshan, perhatikan sampai dimana pelayananmu kepada suamimu,
karena dia adalah surgamu dan nerakamu.
Dalam riwayat lain disebutkan
Rasulullah bertanya kepadanya, apakah engkau punya suami dia menjawab iya, aku
bersuami, beliau bersabda bagaimana pelayananmu kepadanya? Ia menjawab aku
tidak pernah toledor dalam melayaninya dan selalu taat kepadanya, kecuali
hal-hal yang tidak sanggup aku lakukan. Beliau bersabda perhatikan sampai
dimana pelayananmu kepada suamimu. Karena dia adalah surgamu dan nerakamu.[8]
Dalam al-Musnad karya Imam
Ahmad dari Anas bin Malik Rasulullah saw bersabda: tidak patut manusia bersujud
kepada manusia, andai manusia boleh bersujud kepada manusia, maka aku
perintahkan wanita bersujud dihadapan suaminya, mengingat besarnya hak suami
atas istri. Demi zat yang jiwa ragaku berada dalam genggaman tangan-Nya, andai
kata sekujur tubuh suami dari kepala sampai kaki penuh luka yang berdarah dan
bernanah, lalu sang istri menjilatnya, dia belum dapat melunasi haknya.
Hadis-hadis diatas adalah bukti
yang jelas bahwa hak-hak yang wajib ditunaikan oleh wanita setelah hak-hak
Allah adalah hak-hak suaminya. Kedua orang tuapun tidak mendapat kedudukan
seperti ini, padahal dalam hal lain hak-hak mereka atas anak berkaitan erat
dengan hak-hak Allah.
2. Meminta Gantikan Peranannya dirumah ketika suami
tidak ada
Syaikh Muhammad bin Shalih
al-Utsaimin menyatakan “seorang istri sebagai pengurus rumah suaminya dan
bertanggung jawab atas kepengurusannya. Wajib baginya untuk berlaku baik
terhadap segala hal tentang pekerjaan rumah, baik dalam memasak, menyediakan
kopi, teh, dan ketika di atas ranjang.[9]
Kewajiban dalam pergaulan suami isteri
Pasal 67
1.
Suami dan isteri haruslah bergaul menurut cara yang ma’ruf, yaitu saling
mencintai, bergaul dengan baik, setia, memberi bantuan lahir dan batin antara
satu sama lain.
2.
Suami wajib memberi nafkah kepada isteri dan anak-anakya berupa pangan, sandang, pangan, dan papan sesuai
dengan kemampuan suaminya.
Penjelasan
Suami
dan isteri haruslah bergaul menurut secara yang ma’ruf, sebagaimana firmanNya :
£`èdrçŽÅ°$tãur Å$rã÷èyJø9$$Î/ 4
Artinya : pergaulilah mereka itu dengan cara yang ma’ruf.
(Qs an-Nisa 18).
Maksudnya ialah
supaya suami bergaul dengan isterinya dengan cara yang sebaik-baiknya, sesuai
dengan keadaan dan alam sekitarnya sepadan dengan syara, adat dan sopan santun
misalnya dengan saling mencintai, bergaul baik, dengan hati yang suci dan muka
yang manis serta setia dan saling membantu.
Oleh sebab itu,
suami tidak boleh menyakiti hati isterinya, baik dengan perkataan maupun dengan
perbuatan bahkan janganlah suami bermuka masam atau mengerutkan kening ketika
berjumpa dengan isterinya, karena itu tidak sesuai dengan yang ma’ruf.
Begitu juga
sebaliknya, isteri harus pula bergaul dengan suaminya dengan cara yang ma’ruf
pula, misalnya dengan cara menyambut kedatangan suaminya dengan muka yang
manis, sehingga terciptalah keluarga sakinah, mawaddah, warahmah yang
merupakan tujuan perkawinan yang sebenarnya.
Sabda nabi saw yang
artinya : orang mu’min akan terlihat sempurna keimanannya jika mempunya akhlak
yang baik, dan sebaik-baik kamu ialah orang yang baik terhadap isterinya.[10]
Kemudian, Pusat
Departemen agama menyusun beberapa pasal mengenai hak dan kewajiban suami istri
menurut Islam dalam buku “Kompilasi Hukum Islam di Indonesia” yaitu sebagai
berikut :
Umum
Pasal 77
1.
Suami istri memikul kewajiban yang luhur untk menegakkan rumah tangga yang sakinah,
mawaddah, dan warahmah yang menjadi sendi dasar dari susunan
masyarakat.
2.
Suami isteri wajib saling mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi
bantuan lahir bathin yang satu kepada yang lain.
3.
Suami isteri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-anak
mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani maupun kecerdasannya dan
pendidikan agamanya.
4.
Suami isteri wajib memelihara kehormatannya.
5.
Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya, masing-masing dapat
mengajukan gugatan kepada pengadilan agama.[11]
Pasal 78
1.
Suami isteri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap.
2.
Rumah kediaman yang dimaksud dalam ayat (1), ditentukan oleh suami isteri
bersama.
Kedudukan Suami Isteri
Pasal 79
1.
Suami adalah kepala keluarga dan isteri ibu rumah tangga.
2.
Hak dan kedudukan isteri seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam
kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.
3.
Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
Kewajiban
Suami
Pasal 80
1.
Suami adalah pembimbing terhadap isteri dan rumah tangganya, akan tetapi
mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang penting-penting diputuskan oleh suami
isteri bersama.
2.
Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan
hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
3.
Suami wajib memberi pendidikan agama kepada isterinya dan memberi
kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi agama, nusa dan
bangsa.
4.
Sesuai dengan penghasilannya suami menanggung :
a.
Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi isteri
b.
Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi isteri dan
anak.
c.
Biaya pendidikan bagi anak.
5.
Kewajiban suami terhadap isterinya seperti tersebut pada ayat (4) huruf a
dan b di atas mulai berlaku sesudah ada tamkin sempurna dari isterinya.
6.
Isteri dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap dirinya
sebagaimana tersebut pada ayat (4) huruf
a dan b.
7.
Kewajiban suami sebagaimana dimaksud ayat (5) gugur apabila isteri nusyuz.[12]
Tempat
Kediaman
Pasal 81
1.
Suami wajib menyediakan tempat kediaman bagi isteri dan anak-anaknya atau
bekas isteri yang masih dalam iddah.
2.
Tempat kediaman adalah tempat tinggal yang layak untuk isteri selama dalam
ikatan perkawinan, atau dalam iddah talak atau iddah wafat.
3.
Tempat kediaman disediakan untuk melindungi isteri dan anak-anaknya dari
gangguan pihak lain, sehingga mereka merasa aman dan tentram. Tempat kediaman
juga berfungsi sebagai tempat menyimpan harta kekayaan serta menata dan
mengatur alat-alat rumah tangga.
4.
Suami wajib melengkapi tempat kediaman sesuai dengan kemampuannya serta
disesuaikan dengan keadaan lingkungan tempat tinggalnya, baik berupa alat
perlengkapan rumah tangga maupun sarana penunjang lainnya.[13]
Kewajiban
suami yang berpoligami
Pasal 82
1.
Suami yang mempunyai isteri lebih dari seorang berkewajiban memberikan
tempat tinggal dan biaya hidup kepada masing-masing isteri secara berimbang
menurut besar kecilnya jumlah keluarga yang ditanggung masing-masing isteri,
kecuali jika ada perjanjian perkawinan.
2.
Dalam hal para isteri rela dan ikhlas, suami dapat menempatkan isterinya
dalam satu tempat kediaman.
Hak-hak Istri
Firman Allah swt:
4 £`çlm;ur ã@÷WÏB “Ï%©!$# £`ÍköŽn=tã Å$rá÷èpRùQ$$Î/ 4
Artinya :Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan
kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. (Qs.
Al-Baqarah:228)
Al-imam Abu
Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Anshari menyatakan dalam tafsirnya bahwa “para
istri memiki hak yang harus dipenuhi seperti halnya suami. Serupa dengan
al-Imam Qurtubi, Ibnu Abbas pernah berkata “aku senang berhias untuk istriku,
sebagaimana aku senang bila ia berdandan kepadaku.
Adapun hak-hak
istri terhadap suaminya adalah :
1.
Mendapat mahar
2.
Seorang suami harus menggauli istrinya secara patut dan
berakhlak mulia
3.
Mendapat nafkah dan pakaian
4.
Diberi tempat tinggal
5.
Wajib berbuat adil terhadap istri
6.
Dibantu untuk taat kepada Allah, menjaganya dari api
neraka serta memberikan pengajaran agama
7.
Menaruh rasa cemburu kepadanya.[14]
Kewajiban Isteri
Pasal 83
1.
Kewajiban utama bagi seorang isteri ialah berbakti lahir dan bathin kepada
suami didalam batas-batas yang dibenarkan oleh hukum Islam.
2.
Isteri menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga sehari-hari
dengan sebaik-baiknya.
Pasal 84
1.
Isteri dapat dianggap nusyuz jika
dia tidak mau melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagaimana dimaksud
dalam pasal (83) ayat 1 kecuali dengan alasan yang sah.
2.
Selama isteri dlam nusyuz, kewajiban suami terhadap isterinya tersebut pada
pasal 80 ayat 4 huruf a dan b tidak berlaku kecuali hal-hal untuk kepentingan
anaknya.
3.
Kewajiban suami tersebut pada ayat 2 diatas berlaku kembali sesudah isteri
tidak nusyuz[15].
4.
Ketentuan tentang ada atau tidak adanya nusyuz dari isteri harus didasarkan
atas bukti yang sah.[16]
Suami Istri Harus Saling Melengkapi
1.
Status tertinggi yang dapat dicapai seorang wanita adalah peranannya dalam
melengkapi serta menghilangkan tekanan mental dan moral kaum pria serta
memuaskan hasrat-hasrat seksualnya. Sebaliknya, pria juga memainkan peranan
yang sama, dan ini adalah tindakan yang berhubungan dengan fitrah penciptaan
mereka yang dirancang oleh Allah swt.
2.
Wanita tanpa pria serasa tak sempurna, begitu juga sebaliknya Pria tanpa
wanita serasa hampa, seakan bukan satu entitas yang seutuhnya, keduanya saling
membutuhkan. Kehampaan keduanya akan sirna jika mereka terikat oleh ikatan
perkawinan yang disahkan oleh agama.
3.
Islam tidak memandang wanita sebagai makhluk yang tak berguna dan
bermanfaat, Islam tidak memandangnya sebagai sekedar alat untuk memuaskan
kecendrungan-kecendrungan seksual, tetapi menilai kepribadiannya serta
memandangnya sebagai sumber muncul dan berkembangnya potensi yang ada di
pasangannya.[17]
PENUTUP
Hak dan kewajiban bagaikan dua sisi mata uang yang
keberadaannya tidak bisa dipisahkan. Ketika ada hak, maka disana ada kewajiban,
begitu pula sebaliknya. Hak dan kewajiban suami istri merupakan sesuatu yang
keberadaannya harus terpenuhi secara seimbang serta selaras guna mewujudkan
keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah.
Terpenuhinya hak dan kewajiban antara suami istri
merupakan kunci sekaligus gerbang menuju keluarga yang harmonis dan bahagia.
Jika salah satu yang tidak terpenuhi, boro-boro mendambakan keluarga yang sakinah,
mawaddah, warahmah, alhasil malah menemukan celah-celah pertikaian dan
percekcokan, bahkan ada yang menyebabkan terjadinya perceraian.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Dawud, Abdullah ibn Muhammad, Kado Pernikahan: Wasiat Terindah bagi
Pasangan Suami Istri agar Tercipta Rumah Tangga yang Sakinah, Mawaddah wa
Rahmah, Jakarta Timur: Darus Sunnah Press, 2010.
Basyir, Ahmad Azhar, Hukum Perkawinan Islam, Yogyakarta: UII Press,
2000.
Departemen Agama R.I, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta:
Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:
Balai Pustaka, 2008.
Hanafi, Mashunah, Nusyuz: Apa dan Kenapa?, Yogyakarta, Ardana Media,
2010.
Poejawidjana, Etika:
Filsafat Tingkah Laku, Jakarta: Bina Aksara, 1982.
Subhan, Zaitunah, Menggagas Fiqh Pemberdayaan Perempuan, Jakarta:
el-Kahfi, 2008.
Turkamani, Husain ‘Ali, Bimbingan Keluarga dan Wanita Islam :
Mengungkap Rahasia Isu Emansipasi, Jakarta: 1992, Pustaka Hidayah.
Yunus, Mahmud, Hukum Perkawinan dalam Islam, Jakarta : al-Hidayah,
1968.
[1]Departemen
Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2008), edisi ke-4, hlm 474.
[4] Ahmad Azhar
Basyir, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta: UII Press, 2000), cet ke-9,
hlm 53.
[5] Ahmad Azhar
Basyir, Hukum Perkawinan Islam,.....hlm 62-63.
[6] Zaitunah
Subhan, Menggagas Fiqh Pemberdayaan Perempuan, (Jakarta: el-Kahfi,
2008), cet ke-2, hlm 291.
[7] Ahmad Azhar
Basyir, Hukum Perkawinan Islam,....., hlm 64.
[8] Abdullah
ibn Muhammad al-Dawud, Kado Pernikahan: Wasiat Terindah bagi Pasangan Suami
Istri agar Tercipta Rumah Tangga yang Sakinah, Mawaddah wa Rahmah, (Jakarta
Timur: Darus Sunnah Press, 2010), 62.
[11] Departemen
Agama R.I, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Direktorat
Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1998), hlm 42-43.
[15] Nusyuz adalah
sikap meninggikan diri, durhaka, dan membangkang terhadap fungsi dan kewajiban
sebagai istri ataupun suami. Lihat, Mashunah Hanafi, Nusyuz: Apa dan
Kenapa?, (Yogyakarta, Ardana Media, 2010), hlm 20.
[17] Husain ‘Ali
Turkamani, Bimbingan Keluarga dan Wanita Islam : Mengungkap Rahasia Isu
Emansipasi, (Jakarta: 1992, Pustaka Hidayah), hlm 72-73.
No comments:
Post a Comment