Friday, October 2, 2015

hak dan kewajiban suami istri menurut Islam




PENDAHULUAN
Membangun rumah tangga dalam sebuah ikatan perkawinan ibarat membangun sebuah kontruksi bangunan, kita bisa merencanakan kemegahan bangunan dan arsiteknya, namun hal yang paling penting adalah fondasi yang menopang bangunan tersebut. Jika fondasinya kuat dan aman maka bangunan tersebut akan tahan dari terpaan badai, angin, hujan, atau gempa yang pasti datang entah cepat atau lambat, tapi sebaliknya jika bangunan tersebut fondasinya lemah maka dengan mudahnya juga bangunan tersebut akan roboh, begitu juga dengan halnya perkawinan.
Kebahagian dalam sebuah perkawinan tidak tercipta begitu saja, tentu ada beberapa faktor atau proses yang menyebabkan seseorang mencapai kebahagiaan tersebut diantaranya terpenuhinya hak dan kewajiban antara pasangan suami istri. Permasalahan rumah tangga akan menjadi probem yang serius jika kita tidak bisa atau tidak mengetahui cara menghadapinya.
Mungkin jarang, atau bahkan tak ada satupun pasangan yang berumah tangga yang bebas dari ujian, godaan, percekcokan bahkan pertikaian yang sering kali berakhir dengan perceraian.
Oleh karena itu, disini penulis ingin menjelaskan tentang pentingnya memenuhi hak dan kewajiban suami istri menurut Islam sebagai sarana untuk mewujudkan keluarga sakinah, mawaddah, warahmah. Namun, sebelum menjelaskan tentang hak dan kewajiban suami istri menurut Islam, penulis akan menjelaskan tentang pengertian dari hak dan kewajiban itu sendiri.





PEMBAHASAN
A.    Pengertian Hak dan Kewajiban
Sesuatu yang diterima setelah manusia diberatkan atas kewajiban adalah hak. Hak dan kewajiban tak bisa dipisahkan. Dalam kamus besar bahasa Indonesia hak diartikan sebagai kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh undang-undang atau aturan), kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu, derajat atau martabat, dan wewenang menurut hukum.[1]
Selain itu hak juga bisa diartikan sebagai milik, kepunyaan yang tidak hanya berupa benda saja, melainkan pula berupa tindakan, pikiran dan hasil pikiran.[2] Contoh jika dari seseorang mempunyai hak atas sebidang tanah maka ia berwenang, berkuasa untuk bertindak atau memanfaatkan terhadap miliknya itu. Misalnya menjual, memberikan kepada orang lain, mengolah dan sebagainya.
Sedangkan kewajiban diartikan sebagai sesuatu yang harus dilaksanakan, keharusan, pekerjaan, tugas, dan segala tugas yang menjadi tugas manusia.[3]Didalam Islam kewajiban ditempatkan sebagai salah satu hukum syara’ yaitu sesuatu perbuatan yang apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan akan mendapat siksa. Dengan kata lain, bahwa kewajiban dalam agama berkaitan dengan pelaksanaan hak yang diwajibkan oleh Allah. Misalnya kewajiban mengerjakan shalat lima waktu, puasa bulan ramadhan dan lain-lain.
B.     Hak dan Kewajiban Suami Istri
Hak Bersama
1.      Halal bergaul antara suami dan istri dan masing-masing dapat bersenang-senang satu sama lain.
2.      Terjadi hubungan mahram semenda, istri menjadi mahram ayah suami, kakeknya, dan seterusnya keatas, demikian pula suami menjadi mahram ibu istri, neneknya, dan seterusnya keatas.
3.      Terjadi hubungan waris mewaris antara suami dan istri sejak akad nikah dilaksanakan. Istri berhak menerima waris atas peninggalan suami, demikian anpula suami berhak atas waris peninggalan istri meskipun belum pernah melakukan pergaulan suami istri
4.      Anak yang lahir dari istri bernasab pada suaminya (apabila pembuahan terjadi sebagai hasil hubungan setelah nikah)
5.      Bergaul dengan baik antara suami dan istri sehingga tercipta kehidupan yang harmonis dan damai.[4]
Hak – Hak Suami
Hak-hak suami yang wajib dipenuhi oleh istri hanya merupakan hak-hak bukan kebendaan, sebab menurut Islam istri tidak dibebani kewajiban kebendaan yang diperlukan untuki mencukupi kehidupan hidup keluarga. Beda halnya jika keadaan yang mendesak, usaha yang sudah dilakukan suami tidak bisa mencukupi kebutuhan keluarga, dalam batas yang tidak memberatkan istri dibolehkan untuk membantu mencukupi kebutuhan keluarga.
Menurut Ahmad Azhar Basyir hak-hak suami dapat diklasifikasikan menjadi dua, Pertama, hak yang harus ditaati mengenai hal-hal yang menyangkut hidup perkawinan, Kedua, hak memberi pelajaran kepada istri dengan cara yang baik dan layak dengan kedudukan suami istri.
Pertama,  hak yang harus ditaati :
A.    Istri menetap dengan suami dirumah yang telah disediakan.
Istri berkewajiban memenuhi hak suami bertempat tinggal dirumah yang telah disediakan jika memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a.       Suami telah memenuhi kewajiban membayar mahar untuk istri
b.      Rumah yang disediakan suami pantas menjadi tempat tinggal istri, serta dilengkapi dengan prabot dan alat yang diperlukan untuk hidup berumah tangga secara wajar, sederhana, dan sesuai kemampuan suami.
c.       Rumah yang disediakan cukup menjamin keamanan jiwa dan harta bendanya tidak terlalu jauh dengan tetangga dan penjaga-penjaga keamanan.
d.      Suami dapat menjamin keselamatan istri ditempat yang disediakan.
B.     Taat kepada perintah suami, kecuali melanggar perintah Allah
Istri berkewajiban memenuhi hak suami, taat kepada perintah-perintahnya apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a.       perintah yang disuruh suami ada hubungannya dengan kehidupan rumah tangga.
b.      Perintah yang disuruh harus sejalan dengan aturan syariat.
c.       Suami memenuhi kewajiban-kewajibannya yang menjadi hak istri baik yang bersifat kebendaan maupun yang bukan bersifat kebendaan.
C.      tidak keluar rumah kecuali seizin suami
istri wajib berdiam di rumah dan tidak keluar tanpa seizin suami apabila memenuhi syarat sebagai berikut :
a.       suami telah memenuhi kewajiban membayar mahar untuk istri.
b.      Larangan keluar rumah tidak berakibat memutuskan hubungan keluarga, dengan demikian apabila suami melarang istri untuk menjenguk keluarganya maka istri tidak wajib taat. Ia boleh keluar berkunjung namun tidak boleh bermalam tanpa seizin suami.
D.    Tidak menerima masuknya seseorang tanpa izin suami.[5]
Kedua, hak memberi pelajaran
          Apabila terjadi kekhawatiran suami bahwa istrinya berikap nusyuz maka tindakan pertama yang dilakukan suami adalah menasihatinya, apabila tindakan pertama tidak membawa hasil maka hendaknya ia memisahkan tempat tidur, jika masih saja tidak membawa hasil maka sang suami boleh memukulnya.[6]
Alquran menjelaskan bahwa suami diperbolehkan memberi pelajaran terhadap istrinya dengan jalan memukul itu, hanya apabila istri memang tidak mudah diberi pelajaraan dengan cara yang halus, itupun baru dilakukan dalam tindakan yang terakhir dan dengan cara tidak mengakibatkan luka pada istri serta tidak pula pada bagian mukanya.[7]
Dalam perspektif lain, Abdullah bin Muhammad al-Dawud mengemukan pendapatnya mengenai hak suami yaitu sebagai berikut :
1. Mendapat Balasan  Kebaikan Istrinya
Dari Abu Said al-Khudri berkata : seseorang laki-laki dengan membawa putrinya datang menghadap rasulullah saw, dia berkata wahai rasulullah, ini adalah putriku, dia menolak aku nikahkan, maka beliau berkata kepadanya, turutilah kemauan ayahmu”, dia berkata demi zat yang mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak akan menikah sampai engkau memberitahuku apa saja hak suami atas istrinya. Beliau berkata, hak suami atas istrinya, seandainya sang suami terluka, lalu istrinya menjilatnya atau hidungnya mengeluarkan darah atau nanah, lalu dia menelannya, maka dia belum melunasi hak sang suami.
Rasulullah saw bersabda kepada bibi Hushain bin Muhshan, perhatikan sampai dimana pelayananmu kepada suamimu, karena dia adalah surgamu dan nerakamu.
Dalam riwayat lain disebutkan Rasulullah bertanya kepadanya, apakah engkau punya suami dia menjawab iya, aku bersuami, beliau bersabda bagaimana pelayananmu kepadanya? Ia menjawab aku tidak pernah toledor dalam melayaninya dan selalu taat kepadanya, kecuali hal-hal yang tidak sanggup aku lakukan. Beliau bersabda perhatikan sampai dimana pelayananmu kepada suamimu. Karena dia adalah surgamu dan nerakamu.[8]
Dalam al-Musnad karya Imam Ahmad dari Anas bin Malik Rasulullah saw bersabda: tidak patut manusia bersujud kepada manusia, andai manusia boleh bersujud kepada manusia, maka aku perintahkan wanita bersujud dihadapan suaminya, mengingat besarnya hak suami atas istri. Demi zat yang jiwa ragaku berada dalam genggaman tangan-Nya, andai kata sekujur tubuh suami dari kepala sampai kaki penuh luka yang berdarah dan bernanah, lalu sang istri menjilatnya, dia belum dapat melunasi haknya.
Hadis-hadis diatas adalah bukti yang jelas bahwa hak-hak yang wajib ditunaikan oleh wanita setelah hak-hak Allah adalah hak-hak suaminya. Kedua orang tuapun tidak mendapat kedudukan seperti ini, padahal dalam hal lain hak-hak mereka atas anak berkaitan erat dengan hak-hak Allah.
2. Meminta Gantikan Peranannya dirumah ketika suami tidak ada
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin menyatakan “seorang istri sebagai pengurus rumah suaminya dan bertanggung jawab atas kepengurusannya. Wajib baginya untuk berlaku baik terhadap segala hal tentang pekerjaan rumah, baik dalam memasak, menyediakan kopi, teh, dan ketika di atas ranjang.[9]
Kewajiban dalam pergaulan suami isteri
Pasal 67
1.      Suami dan isteri haruslah bergaul menurut cara yang ma’ruf, yaitu saling mencintai, bergaul dengan baik, setia, memberi bantuan lahir dan batin antara satu sama lain.
2.      Suami wajib memberi nafkah kepada isteri dan anak-anakya berupa  pangan, sandang, pangan, dan papan sesuai dengan kemampuan suaminya.
Penjelasan
             Suami dan isteri haruslah bergaul menurut secara yang ma’ruf, sebagaimana firmanNya :  £`èdrçŽÅ°$tãur Å$rã÷èyJø9$$Î/ 4
Artinya : pergaulilah mereka itu dengan cara yang ma’ruf. (Qs an-Nisa 18).
Maksudnya ialah supaya suami bergaul dengan isterinya dengan cara yang sebaik-baiknya, sesuai dengan keadaan dan alam sekitarnya sepadan dengan syara, adat dan sopan santun misalnya dengan saling mencintai, bergaul baik, dengan hati yang suci dan muka yang manis serta setia dan saling membantu.
Oleh sebab itu, suami tidak boleh menyakiti hati isterinya, baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan bahkan janganlah suami bermuka masam atau mengerutkan kening ketika berjumpa dengan isterinya, karena itu tidak sesuai dengan yang ma’ruf.
Begitu juga sebaliknya, isteri harus pula bergaul dengan suaminya dengan cara yang ma’ruf pula, misalnya dengan cara menyambut kedatangan suaminya dengan muka yang manis, sehingga terciptalah keluarga sakinah, mawaddah, warahmah yang merupakan tujuan perkawinan yang sebenarnya.
Sabda nabi saw yang artinya : orang mu’min akan terlihat sempurna keimanannya jika mempunya akhlak yang baik, dan sebaik-baik kamu ialah orang yang baik terhadap isterinya.[10]
Kemudian, Pusat Departemen agama menyusun beberapa pasal mengenai hak dan kewajiban suami istri menurut Islam dalam buku “Kompilasi Hukum Islam di Indonesia” yaitu sebagai berikut :
Umum
Pasal 77
1.      Suami istri memikul kewajiban yang luhur untk menegakkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.
2.      Suami isteri wajib saling mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir bathin yang satu kepada yang lain.
3.      Suami isteri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-anak mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani maupun kecerdasannya dan pendidikan agamanya.
4.      Suami isteri wajib memelihara kehormatannya.
5.      Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya, masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan agama.[11]
Pasal 78
1.      Suami isteri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap.
2.      Rumah kediaman yang dimaksud dalam ayat (1), ditentukan oleh suami isteri bersama.
Kedudukan Suami Isteri
Pasal 79
1.      Suami adalah kepala keluarga dan isteri ibu rumah tangga.
2.      Hak dan kedudukan isteri seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.
3.      Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
      Kewajiban Suami
Pasal 80
1.      Suami adalah pembimbing terhadap isteri dan rumah tangganya, akan tetapi mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang penting-penting diputuskan oleh suami isteri bersama.
2.      Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
3.      Suami wajib memberi pendidikan agama kepada isterinya dan memberi kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa.
4.      Sesuai dengan penghasilannya suami menanggung :
a.       Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi isteri
b.      Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi isteri dan anak.
c.       Biaya pendidikan bagi anak.
5.      Kewajiban suami terhadap isterinya seperti tersebut pada ayat (4) huruf a dan b di atas mulai berlaku sesudah ada tamkin sempurna dari isterinya.
6.      Isteri dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap dirinya sebagaimana tersebut pada ayat  (4) huruf a dan b.
7.      Kewajiban suami sebagaimana dimaksud ayat (5) gugur apabila isteri nusyuz.[12]
      Tempat Kediaman
Pasal 81
1.      Suami wajib menyediakan tempat kediaman bagi isteri dan anak-anaknya atau bekas isteri yang masih dalam iddah.
2.      Tempat kediaman adalah tempat tinggal yang layak untuk isteri selama dalam ikatan perkawinan, atau dalam iddah talak atau iddah wafat.
3.      Tempat kediaman disediakan untuk melindungi isteri dan anak-anaknya dari gangguan pihak lain, sehingga mereka merasa aman dan tentram. Tempat kediaman juga berfungsi sebagai tempat menyimpan harta kekayaan serta menata dan mengatur alat-alat rumah tangga.
4.      Suami wajib melengkapi tempat kediaman sesuai dengan kemampuannya serta disesuaikan dengan keadaan lingkungan tempat tinggalnya, baik berupa alat perlengkapan rumah tangga maupun sarana penunjang lainnya.[13]
      Kewajiban suami yang berpoligami
Pasal 82
1.      Suami yang mempunyai isteri lebih dari seorang berkewajiban memberikan tempat tinggal dan biaya hidup kepada masing-masing isteri secara berimbang menurut besar kecilnya jumlah keluarga yang ditanggung masing-masing isteri, kecuali jika ada perjanjian perkawinan.
2.      Dalam hal para isteri rela dan ikhlas, suami dapat menempatkan isterinya dalam satu tempat kediaman.
    Hak-hak Istri
      Firman Allah swt:
 4 £`çlm;ur ã@÷WÏB Ï%©!$# £`ÍköŽn=tã Å$rá÷èpRùQ$$Î/ 4
Artinya :Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. (Qs. Al-Baqarah:228)
Al-imam Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Anshari menyatakan dalam tafsirnya bahwa “para istri memiki hak yang harus dipenuhi seperti halnya suami. Serupa dengan al-Imam Qurtubi, Ibnu Abbas pernah berkata “aku senang berhias untuk istriku, sebagaimana aku senang bila ia berdandan kepadaku.
Adapun hak-hak istri terhadap suaminya adalah :
1.      Mendapat mahar
2.      Seorang suami harus menggauli istrinya secara patut dan berakhlak mulia
3.      Mendapat nafkah dan pakaian
4.      Diberi tempat tinggal
5.      Wajib berbuat adil terhadap istri
6.      Dibantu untuk taat kepada Allah, menjaganya dari api neraka serta memberikan pengajaran agama
7.      Menaruh rasa cemburu kepadanya.[14]
Kewajiban Isteri
Pasal 83
1.      Kewajiban utama bagi seorang isteri ialah berbakti lahir dan bathin kepada suami didalam batas-batas yang dibenarkan oleh hukum Islam.
2.      Isteri menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga sehari-hari dengan sebaik-baiknya.
Pasal 84
1.      Isteri dapat dianggap nusyuz jika  dia tidak mau melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal (83) ayat 1 kecuali dengan alasan yang sah.
2.      Selama isteri dlam nusyuz, kewajiban suami terhadap isterinya tersebut pada pasal 80 ayat 4 huruf a dan b tidak berlaku kecuali hal-hal untuk kepentingan anaknya.
3.      Kewajiban suami tersebut pada ayat 2 diatas berlaku kembali sesudah isteri tidak nusyuz[15].
4.      Ketentuan tentang ada atau tidak adanya nusyuz dari isteri harus didasarkan atas bukti yang sah.[16]
Suami Istri Harus Saling Melengkapi
1.      Status tertinggi yang dapat dicapai seorang wanita adalah peranannya dalam melengkapi serta menghilangkan tekanan mental dan moral kaum pria serta memuaskan hasrat-hasrat seksualnya. Sebaliknya, pria juga memainkan peranan yang sama, dan ini adalah tindakan yang berhubungan dengan fitrah penciptaan mereka yang dirancang oleh Allah swt.
2.      Wanita tanpa pria serasa tak sempurna, begitu juga sebaliknya Pria tanpa wanita serasa hampa, seakan bukan satu entitas yang seutuhnya, keduanya saling membutuhkan. Kehampaan keduanya akan sirna jika mereka terikat oleh ikatan perkawinan yang disahkan oleh agama.
3.      Islam tidak memandang wanita sebagai makhluk yang tak berguna dan bermanfaat, Islam tidak memandangnya sebagai sekedar alat untuk memuaskan kecendrungan-kecendrungan seksual, tetapi menilai kepribadiannya serta memandangnya sebagai sumber muncul dan berkembangnya potensi yang ada di pasangannya.[17]
                                                                            






















PENUTUP
Hak dan kewajiban bagaikan dua sisi mata uang yang keberadaannya tidak bisa dipisahkan. Ketika ada hak, maka disana ada kewajiban, begitu pula sebaliknya. Hak dan kewajiban suami istri merupakan sesuatu yang keberadaannya harus terpenuhi secara seimbang serta selaras guna mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah.
Terpenuhinya hak dan kewajiban antara suami istri merupakan kunci sekaligus gerbang menuju keluarga yang harmonis dan bahagia. Jika salah satu yang tidak terpenuhi, boro-boro mendambakan keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah, alhasil malah menemukan celah-celah pertikaian dan percekcokan, bahkan ada yang menyebabkan terjadinya perceraian.















DAFTAR PUSTAKA
Al-Dawud, Abdullah ibn Muhammad, Kado Pernikahan: Wasiat Terindah bagi Pasangan Suami Istri agar Tercipta Rumah Tangga yang Sakinah, Mawaddah wa Rahmah, Jakarta Timur: Darus Sunnah Press, 2010.
Basyir, Ahmad Azhar, Hukum Perkawinan Islam, Yogyakarta: UII Press, 2000.
Departemen Agama R.I, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2008.
Hanafi, Mashunah, Nusyuz: Apa dan Kenapa?, Yogyakarta, Ardana Media, 2010.
Poejawidjana, Etika: Filsafat Tingkah Laku, Jakarta: Bina Aksara, 1982.
Subhan, Zaitunah, Menggagas Fiqh Pemberdayaan Perempuan, Jakarta: el-Kahfi, 2008.
Turkamani, Husain ‘Ali, Bimbingan Keluarga dan Wanita Islam : Mengungkap Rahasia Isu Emansipasi, Jakarta: 1992, Pustaka Hidayah.
Yunus, Mahmud, Hukum Perkawinan dalam Islam, Jakarta : al-Hidayah, 1968.


[1]Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2008), edisi ke-4, hlm 474.
[2] Poejawidjana, Etika: Filsafat Tingkah Laku, (Jakarta: Bina Aksara, 1982), hlm 60.
[3] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,..., hlm 1553.
[4] Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta: UII Press, 2000), cet ke-9, hlm 53.
[5] Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam,.....hlm 62-63.
[6] Zaitunah Subhan, Menggagas Fiqh Pemberdayaan Perempuan, (Jakarta: el-Kahfi, 2008), cet ke-2, hlm 291.
[7] Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam,....., hlm 64.
[8] Abdullah ibn Muhammad al-Dawud, Kado Pernikahan: Wasiat Terindah bagi Pasangan Suami Istri agar Tercipta Rumah Tangga yang Sakinah, Mawaddah wa Rahmah, (Jakarta Timur: Darus Sunnah Press, 2010), 62.
[9] Abdullah ibn Muhammad al-Dawud, Kado Pernikahan,,.....hlm 63.
[10] Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan dalam Islam, (Jakarta : al-Hidayah, 1968), hlm 93.
[11] Departemen Agama R.I, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1998), hlm 42-43.
[12] Departemen Agama R.I, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia,.... 44.
[13] Departemen Agama R.I, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia,.... 45.
[14] http://asysyariah.com/hak-istri-dalam-islam.html, diakses tanggal 20 november 2012.
[15] Nusyuz adalah sikap meninggikan diri, durhaka, dan membangkang terhadap fungsi dan kewajiban sebagai istri ataupun suami. Lihat, Mashunah Hanafi, Nusyuz: Apa dan Kenapa?, (Yogyakarta, Ardana Media, 2010), hlm 20.
[16] Departemen Agama R.I, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia,.... 45-46.
[17] Husain ‘Ali Turkamani, Bimbingan Keluarga dan Wanita Islam : Mengungkap Rahasia Isu Emansipasi, (Jakarta: 1992, Pustaka Hidayah), hlm 72-73.

No comments:

Post a Comment