Friday, October 2, 2015

Pandangan Gibb terhadap pribadi nabi Muhammad saw dan hadis




PENDAHULUAN
Hadis merupakan sumber hukum Islam yang kedua setelah al-Qur'an, dan hal itu mengundang daya tarik tersendiri bagi orientalis untuk melakukan penelitian terhadapnya.
Para orientalis, pada umumnya mencari "PEMBENARAN" bukan "KEBENARAN", sehingga ia menghalalkan segala cara untuk membuktikan bahwa pendapat atau pemikrannyalah yang benar.
Gibb, adalah salah satunya, banyak yang mengatakan bahwa ia termasuk orientalis yang sangat berbahaya, ia banyak menuangkan pemikirannya terhadap Islam, diantar pemikirannya berkisar tentang sastra Arab, sejarah Islam, dan hadis.
Berangkat dari permasalahan tersebut, di makalah ini akan di jelaskan mengenai biografi Gibb, pemikirannya tentang hadis serta karya-karyanya.















PEMBAHASAN
A.  Biografi H.A.R Gibb
Nama lengkap beliau Hamilton Alexander Roskeen Gibb, lahir di Iskandariah, Mesir 2 Januari 1985 dan meninggal pada 22 Oktober 1971 di Oxford. Ayahnya adalah seorang kepala pertanian di suatu kawasan di Mesir. Gibb memulai pendidikan menegahnya di Skotlandia pada sekolah negeri Edinburg. Pada tahun 1812 ia meneruskan pendidikannya di Universitas Edinburg dengan menggeluti bahasa-bahasa Semit, seperti Arab, Ibriah, dan Aram. Dari tahun 1913-1918 ia menjalani wajib militer dan dikirim ke medan tempur di Prancis dan Italia. Selesai tugas militer ia meneruskan studinya ke London di sekolah bahasa-bahasa Timur. Pada tahun 1922 ia memperoleh gelar master dari Universitas London sejak tahun 1921 ia sudah dipercayai mengajar bahasa Arab.
Antara tahun 1926-1927 Gibb mengunjungi kawasan Timur Afrika Utara. Selama menetap disana ia belajar sastra Arab modern. Pada tahun 1929 ia ditunjuk sebagai pembaca sejarah Arab dan sastra Arab di Universitas London. Ketika Thomas Arnold meninggal dunia pada tahun 1930, Gibb menggantikan posisinya sebagai penanggung jawab pengajaran bahasa Arab di Universitas London sampai 1937. Gibb kemudian menjadi guru besar bahasa Arab di Universitas Oxford lalu ditugasi sebagai ketua fakultas Saint Jhon di Oxford sampai tahun 1955. Pada tahun yang sama, Gibb diundang oleh Universitas Harvard, USA untuk menempati jabatan James Richard Jewwet, Profesor of Arabic. Pada tahun 1957 ia ditugasi menjadi direktur Pusat Kajian Timur Tengah di Universitas yang sama.
Pada tahun 1964 Gibb pensiun dari jabatannya sebagai guru besar Universitas Harvard, namun posisi direktur masih dipegangnya. Pada tahun yang sama ia juga terserang stroke meskipun kesehatannya dapat dipulihkan lagi, namun penyakit yang dideritannya tetap berpengaruh terhadap kesehatannya sampai akhirnya ia meninggal pada 22 Oktober 1971[1].
B. Pandangan Gibb terhadap pribadi nabi Muhammad saw dan hadis.
"Bagi kita tidak perlu dibicarakan lagi bahwa pengaruh yang diperoleh Muhammad atas kemauan dan kecintaan para sahabatnya adalah disebabkan oleh kepribadiannya. Tanpa hal tersebut niscaya mereka akan sedikit sekali menaruh perhatian terhadap klaim sebagai seorang nabi, karena kualitas moral yang dimilikinya, bukan lantaran ajaran keagamaan bahwa penduduk Madinah memohonkan bantuannya. Akhirnya, tanpa diasingkan lagi, bahkan juga dalam pandangan para sahabatnya, kedua aspek (risalah dan pribadi) di dalam kehidupan yaitu tidak dapat dipisahkan atau dibedakan, begitu pula dalam pandangan seluruh muslim dari generasi-generasi belakangan.
Pada bagian lain H.A.R. Gibb mengatakan "bila seseorang memalingkan perhatian dari kegiatan umum dalam kehidupan Muhammad itu kepada kepribadiannya dan pengaruhnya dalam bidang moral dan sosial, tidaklah selamanya mudah memperoleh titik temu antara kebencian teologis dari penulis-penulis Barat pada masa lampau dengan apologi yang tidak meyakinkan dari penulis-penulis pada zaman baru. Penelitian-penelitian sumber belum cukup jauh membuat kita mampu membedakan dengan penuh keyakinan antara hadis yang murni pada masa-masa permulaan dengan ciptaan-ciptaan belakangan. Mestilah diakui bahwa tokoh Muhammad itu menderita sekali oleh omong kosong tentang tetek bengek yang berkaitan dengan Muhammad oleh para pengikutnya pada generasi-generasi belakangan.
Ungkapan tersebut menunjukkan bahwa Muhammad menjadi cacat disebabkan oleh hadis-hadis yang diciptakan oleh generasi-generasi belakangan guna mengkultuskan nabi Muhammad saw itu tetapi akibatnya justru menjadi sasaran empuk dan sangat pahit bagi penulis Barat masa lampau[2].
Pernyataan Gibb tersebut tidak harus dibantah, memang harus diakui bahwa banyak sekali hadis-hadis yang bersifat kultus serupa itu, yang tidak dapat diterima akal, bahkan tidak masuk akal kebenarannya. Sebagai contoh pada setiap perayaan maulid sering didengar hadis-hadis yang mengatakan bahwa saat nabi Muhammad lahir maka api pujaan diseluruh kuil kaum Majusi di tanah Iran itu padam, seluruh pohon dan batu Sujud sebagai rasa syukur kepada Tuhan atas lahirnya Muhammad saw. Selain itu sewaktu nabi berada dibawah asuhan Halimah dalam kelompok lingkungan Badui, tengah mengembalakan domba bersama Halimah maka dua malaikat dating dan menelantangkan nabi Muhammad dan mengoperasikan dadanya guna membersihkan dadanya agar hidup murni pada masa selanjutnya. Sewaktu ikut kafilah dagang yang dipimpin pamannya Abu Thalib ke tanah Syam, Syria dan Palestina maka selama sebulan dalam perjalanan ke Utara di padang sahara yang gersang tandus dibawah sengatan matahari itu, Muhammad senantiasa dilindungi oleh awan selama dalam perjalanan itu. [3]
Disamping itu banyak pula kisah-kisah ajaib lainnya menjelang nabi Muhammad saw menjabat Risalah. Bahkan mengenai masa sesudah menjabat risalah pun banyak sekali hadis-hadis yang sangat ajaib dari nabi. Misalnya hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari yang dikatakan berasal dari Ibnu Mas'ud bahwa suatu tanda kebesaran nabi Muhammad saw adalah "bulan purnama pada suatu malam belah dua dan sebelah diantaranya memasuki lengan baju nabi sebelah kanan dan keluar kembali, dan yang sebelah lagi memasuki lengan baju sebelah kiri dan keluar kembali.
Kisah-kisah ajaib serupa itu banyak dijumpai dalam sekian banyak hadis yang diciptakan oleh generasi belakangan, bahkan dikatakan bahwa siapa saja yang menggunakan nama nabi Muhammad untuk dirinya maka pada hari kemudian akan diselamatkan dari api neraka. Jadi wajarlah bila hadis-hadis serupa itu menjadi bahan sangat empuk bagi orientalis dimasa lampau untuk mengecam agama Islam dengan sengitnya, yang biasa disebut Gibb dengan Odium Theologicum (kebencian teologis).
Tetapi keliru sekali bila Gibb berpendapat bahwa penolakan terhadap hadis-hadis serupa itu baru timbul dikalangan penulis-penulis muslim pada zaman baru, penolakan terhadap hadis-hadis yang tidak masuk akal itu bermula sejak abad ke-2 dan 3 Hijriah dan abad-abad selanjutnya yakni ditangan-tangan tokoh terkemuka dari kalangan I'tizal yang pernah dinyatakan sebagai aliran resmi dalam agama Islam pada masa Khaliah al-Makmun198-218 H sampai masa khaifah al-Wasiq 227-232 H untuk menggantikan aliran sunni.
Terhadap hadis yang dikatakan berasal dari Ibnu Mas'ud itu, al-Nazham mencemoohkannya dengan kalimat: "Jikalau betul Ibnu Mas'ud mengucapkannya maka itu adalah kebohongan yang besar, Allah tidak akan membelah bulan untuk Ibnu Mas'ud. Jikalau betul kejadian tersebut, kenapa orang banyak tidak melihatnya? Kenapa orang banyak tidak menjadikan pristiwa ajaib untuk dijadikan tahun sejarah, seperti halnya dengan tahun gajah? Kenapa tidaka ada penyair pada waktu itu yang mengungkapkan dalam sajaknya? Kenapa seseorang kafir pada waktu itu tidak memeluk Islam? Kenapa seseorang muslim pada waktu itu tidak lantas menjadikannya alasan terkuat untuk mematahkan setiap yang menyangkal? Demikian tulis Ibnu Qutaibah al-Dainuri dalam karyanya "Ta'wilu Mukhtalifil Hadisi".
Serangan muhadisin yang gemar sekali menciptakan hadis-hadis ajaib serupa itu, lebih panjang lebar dijumpai dalam karya terbesar Ibrahim al-Jahidz yang berjudul al-Hayawani, dimana jahidz menuduh kaum al-Muhaddisin tersebut sebagai kelompok yang kurang menggunakan pertimbangan akal. Didalam jilid I, beliau menulis : "Jikalau terhadap setiap hadis yang disampaikan itu mereka sudi menelitinya dari sudut sebab akibat dan dari sudut pembuktian-pembuktian yang masuk akal, niscaya jumlah kepalsuan akan dapat diperkecil, tapi kebanyakan hadis yang disampaikan itu sepi dari semuanya itu, mereka hanya menampung rangkaian kalimatnya tanpa memperhitungkan sebab akibat, apalagi akan meneliti pembuktiannya.
Demikian kecaman para cendekiawan Islam sendiri terhadap hadis-hadis serupa sejak abad ke-2 dan ke-3 dan abad berikutnya. Jadi sebenarnya apa yang menjadi sasaran para orientalis  di Barat pada masa lampau itu, sudah jadi sasaran dalam lingkungan dunia Islam sendiri sejak abad-abad permulaan Islam.[4]  
Selain itu, Gibb juga memberikan beberapa ulasan mengenai hadis yaitu :
1.      Gibb mengatakan bahwa idaman seorang sarjana ialah hidup menurut contoh nabi saw, tanpa membahas apa sebab dan tujuannya. Yang dimaksud sarjana menurut Gibb mungkin seorang ulama Islam yang cerdik. Seandainya yang dimaksud demikian maka sesungguhnya Gibb telah melihat bahwa apa yang dikatakan, dilakukan dan ditaqrir nabi diiyakan oleh para Ulama tanpa mengetahui sebab dan tujuannya. Contoh yang khusus untuk nabi beristri 9, padahal menurut hokum Islam beristri hanya dibatasi 4 orang saja. Dengan demikian apabila seorang sarjana Islam meneladani contoh nabi tidak mengetahui sebab dan tujuannya, maka menurut Gibb tidak benar barangkali bukan sarjana/ ulama melainkan sarjana-sarjanaan atau ulama-ulamaan.
2.      Gibb mengatakan bahwa meriwayatkan jarh wa ta'dil kadang-kadang dimasuki unsur subjektif. Para ulama hadis telah sepakat bahwa ulumul hadis perdalam oleh orang-orang yang ingin mengetahui seluk beluk hadis sudah menjadi kaidah umum bahwa ilmu hadis itu memang begini dan begitu keadaanya. Adapun kalau bukhari dan Muslim itu bersifat subjektif dalam meriwayatkan hadis, itu adalah tuduhan yang tidak tepat. Memang ada hadis-hadis yang dianggap sahih oleh sebagian ulama, sedang sebagiannya tidak sahih, yang demikian itu terjadi karena ketelitian, kecerdasan dan pandangan mazhabnya masing-masing.
3.      Gibb berkata bahwa ilmu yang membahas para perawi tentang kejujuran, akhlak, keikhlasan dan kedhabitan itu ialah ilmu jarh wa ta'dil, menurutnya  ilmu yang membahas para perawi tentang kejujuran, akhlak, keikhlasan dan kedhabitan itu adalah ilmu rijalul hadis yang memiliki cabang ilmu jarh wa ta'dil.
4.      Hadis shahih ialah hadis yang sanadnya kembali tanpa sela sehingga seorang sahabat dengan suatu rangkaian perawi yang masing-masingnya dapat dipercayai, menurut Gibb kaidah itu memang benar namun belum sempurna. Menurutnya kaidah yang benar adalah " Hadis shahih ialah hadis yang diriwayatkan oleh orang-orang yang adil, sempurna ingtannya, bersambung sanadnya tanpa ilat dan cacat.
5.      Gibb mengatakan bahwa pendewan hadis yang pertama adalah Bukhari.
Menurut Mustafa as-Siba'iy bahwa usaha pendewanan hadis itu berasal dari khalifah Umar bin Abdul Aziz yang memerintahkanj kepada Gubernur Madinah pada waktu itu Abu Bakar Ibn Hazm agar mengumpulkan hadis-hadis. Banyak orang yang mengumpulkan hadis diantaranya Ibnu Syihab al-Zuhri, Imam Malik dan sebagainya. Kemudian imam Bukhari mengumpulkan hadis-hadis yang sahih saja, bukan pengumpul hadis yang pertama secara umum.[5]

C.  Karya-karyannya
Semasa hidupnya Gibb banyak memperoleh penghargaan dan gelar. Gibb sangat masyhur Karena banyak karya-karyanya yang memiliki kualitas bagus. Tiga bidang yang menjadi pusat kajiannya yaitu sastra Arab, sejarah Islam, dan pemikiran politik keagamaan dalam Islam.
Karya pertama Gibb adalah The Conquests in Central Asia yang di dalamnya menguraikan korelasi antara berbagai kelompok yang turut bekerja sama. Pada tahun 1926 ia mengeluarkan buku sederhana berjudul al-Adab al-Arabi, sebuah karangan pendek yang ditujukan kepada pembaca berbahasa Inggris.
Kemudian memfokuskan  pikirannya dalam bidang sejarah Islam, hal itu dibuktikannya dengan menerjemahkan sejarah Damaskus Ibnu al-Qalansi kedalam bahasa Inggris, ia juga menerbitkan makalah yang berjudul kekhalifahan Islam menurut pemikiran politik Ibnu Khaldun, kemudian di tahun 1937 ia menulis karangan tentang pandangan al-Mawardi tentang khalifah, tak cukup sampai disitu ia juga meluncurkan karya yang monumental yang ditulis bersama Harold Bowen dengan judul masyarakat Islam dan Barat : masyarakat islam abad ke-18.
Selain itu, terdapat karangan-karangan Gibb di bidang sejarah Islam dalam bentuk-bentuk sederhana, seperti tafsir sejarah Islam di muat dalam jurnal of world history, urgensi perkumpulan bagi Nasionalis yang di muat dalam Orientalia Joanni Pedersen, perkembangan system hukum masa awal Islam yang dimuat pada majalah Studia Islamica[6].
Sedangkan dalam bidang agama Islam, Gibb memiliki dua buah karya yaitu Mohammedanism dan modern trend in Islam, didalam karya-karya tersebut Gibb memaparkan pandangan Islam modern dan kontemporer.
Selain itu Gibb juga meluncurkan beberapa buku yaitu :
1.  Thariqul Islam, buku tersebut disusun bersama rekan-rekannya dan diterjemahkan dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Arab dengan judul tersebut.
2. Ittijahat al-Hadisah fil Islam, terbit pada tahun 1947, dicetak ulang dan diterjemahkan juga ke dalam bahasa Arab dengan judul tersebut.
3. al-Madzhad al-Muhammadi.
4. Islam wa Mujtama' Qharbi, terbit dalam beberapa edisi, rekan-rekannya juga berpartisipasi dalam penyusunan buku tersebut, dia menulis artikel yang beraneka ragam[7]


















KESIMPULAN
Jika dicermati dari penjelasan-penjelasan diatas dapat diketahui bahwa kecaman-kecaman sengit dan tuduhan yang dilontarkan oleh kaum orientalis terhadap kepribadian Muhammad saw dan khususnya terhadap hadis itu pada umumnya lebih disebabkan oleh kedangkalan pengetahuan mereka tentang Islam.
Hal itu terbukti, ketika tuduhan-tuduhan yang disodorkannya mengenai hadis khususnya dengan mudah dapat dibantah (ditolak) oleh para cendekiawan Islam. Dan pada akhirnya diantara kaum orientalis yang setelah secara objektif dan jujur mempelajari sejarah kehidupan nabi Muhammad saw dan sunnahnya merekapun mengakui kebesaran dan keunggulan yang dimiliki nabi Muhammad saw dan kevalidan hadis nabi saw.














DAFTAR PUSTAKA

as-Siba'iy, Musthafa, Sikap Para Orientalis Terhadap Islam, Jakarta: PT Prasasti, 1983.
as-Syiba'i, Mustofa Hasan, Membongkar Kepalsuan Orientalisme, Yogyakarta: tanpa tanggal, 1997.
Badawi, Abdurrahman, Ensiklopedi Tokoh Orientalis, Yogyakarta: LKIS, 2003.
Iqbal, Mashuri Sirojuddin, Ringkasan dan Kritikan Terhadap Buku Mohammedanism : Islam Dalam Lintasan Sejarah,Bandung: Sinar Baru, 1984.
Ja'far, Abidin, Orientalisme dan Studi Tentang Bahasa Arab, Yogyakarta: Bina Usaha, 1987.
Sou'yb, M. Yusuf, Orientalisme dan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1995.
Zuhdi, Achmad, Pandangan Orientalis Barat Tentang Islam Antara yang Menghujat dan Memuji, Surabaya: PT Karya Pembina Swajaya, 2004.



[1] Abdurrahman Badawi, Ensiklopedi Tokoh Orientalis, (Yogyakarta: LKIS, 2003), cet ke-1, hlm 114-115. Lihat juga Abidin Ja'far, Orientalisme dan Studi Tentang Bahasa Arab, (Yogyakarta: Bina Usaha, 1987), cet ke-1, hlm 86.
[2] Achmad Zuhdi, Pandangan Orientalis Barat Tentang Islam Antara yang Menghujat dan Memuji, (Surabaya: PT Karya Pembina Swajaya, 2004), cet ke-1, hlm 135-137.
[3] M. Yusuf Sou'yb, Orientalisme dan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), cet ke-3, hlm 116-117.
[4] M. Yusuf Sou'yb, Orientalisme dan Islam, hlm 118-119.
[5] Mashuri Sirojuddin Iqbal, Ringkasan dan Kritikan Terhadap Buku Mohammedanism : Islam Dalam Lintasan Sejarah,(Bandung: Sinar Baru, 1984), cet ke-1, hlm 52-57.
[6] Abdurrahman Badawi, Ensiklopedi Tokoh Orientalis, hlm 116.
[7]  Mustofa Hasan as-Syiba'i, Membongkar Kepalsuan Orientalisme, (Yogyakarta: tanpa tanggal, 1997), cet ke-1, hlm 46-47. Lihat juga Musthafa as-Siba'iy, Sikap Para Orientalis Terhadap Islam, (Jakarta: PT Prasasti, 1983), cet ke-1, hlm 47.

No comments:

Post a Comment