PENDAHULUAN
Hadis merupakan sumber hukum Islam
yang kedua setelah al-Qur'an, dan hal itu mengundang daya tarik tersendiri bagi
orientalis untuk melakukan penelitian terhadapnya.
Para orientalis, pada umumnya
mencari "PEMBENARAN" bukan "KEBENARAN", sehingga ia
menghalalkan segala cara untuk membuktikan bahwa pendapat atau pemikrannyalah
yang benar.
Gibb, adalah salah satunya, banyak
yang mengatakan bahwa ia termasuk orientalis yang sangat berbahaya, ia banyak
menuangkan pemikirannya terhadap Islam, diantar pemikirannya berkisar tentang
sastra Arab, sejarah Islam, dan hadis.
Berangkat dari permasalahan
tersebut, di makalah ini akan di jelaskan mengenai biografi Gibb, pemikirannya
tentang hadis serta karya-karyanya.
PEMBAHASAN
A. Biografi H.A.R
Gibb
Nama lengkap
beliau Hamilton Alexander Roskeen Gibb, lahir di Iskandariah, Mesir 2 Januari
1985 dan meninggal pada 22 Oktober 1971 di Oxford. Ayahnya adalah seorang
kepala pertanian di suatu kawasan di Mesir. Gibb memulai pendidikan menegahnya
di Skotlandia pada sekolah negeri Edinburg. Pada tahun 1812 ia meneruskan
pendidikannya di Universitas Edinburg dengan menggeluti bahasa-bahasa Semit,
seperti Arab, Ibriah, dan Aram. Dari tahun 1913-1918 ia menjalani wajib militer
dan dikirim ke medan tempur di Prancis dan Italia. Selesai tugas militer ia
meneruskan studinya ke London di sekolah bahasa-bahasa Timur. Pada tahun 1922
ia memperoleh gelar master dari Universitas London sejak tahun 1921 ia sudah
dipercayai mengajar bahasa Arab.
Antara tahun
1926-1927 Gibb mengunjungi kawasan Timur Afrika Utara. Selama menetap disana ia
belajar sastra Arab modern. Pada tahun 1929 ia ditunjuk sebagai pembaca sejarah
Arab dan sastra Arab di Universitas London. Ketika Thomas Arnold meninggal
dunia pada tahun 1930, Gibb menggantikan posisinya sebagai penanggung jawab
pengajaran bahasa Arab di Universitas London sampai 1937. Gibb kemudian menjadi
guru besar bahasa Arab di Universitas Oxford lalu ditugasi sebagai ketua
fakultas Saint Jhon di Oxford sampai tahun 1955. Pada tahun yang sama, Gibb
diundang oleh Universitas Harvard, USA untuk menempati jabatan James Richard
Jewwet, Profesor of Arabic. Pada tahun 1957 ia ditugasi menjadi direktur Pusat
Kajian Timur Tengah di Universitas yang sama.
Pada tahun 1964
Gibb pensiun dari jabatannya sebagai guru besar Universitas Harvard, namun
posisi direktur masih dipegangnya. Pada tahun yang sama ia juga terserang
stroke meskipun kesehatannya dapat dipulihkan lagi, namun penyakit yang
dideritannya tetap berpengaruh terhadap kesehatannya sampai akhirnya ia
meninggal pada 22 Oktober 1971[1].
B. Pandangan
Gibb terhadap pribadi nabi Muhammad saw dan hadis.
"Bagi kita tidak perlu dibicarakan lagi bahwa pengaruh yang
diperoleh Muhammad atas kemauan dan kecintaan para sahabatnya adalah disebabkan
oleh kepribadiannya. Tanpa hal tersebut niscaya mereka akan sedikit sekali
menaruh perhatian terhadap klaim sebagai seorang nabi, karena kualitas moral yang
dimilikinya, bukan lantaran ajaran keagamaan bahwa penduduk Madinah memohonkan
bantuannya. Akhirnya, tanpa diasingkan lagi, bahkan juga dalam pandangan para
sahabatnya, kedua aspek (risalah dan pribadi) di dalam kehidupan yaitu tidak
dapat dipisahkan atau dibedakan, begitu pula dalam pandangan seluruh muslim
dari generasi-generasi belakangan.
Pada bagian lain H.A.R. Gibb mengatakan "bila seseorang
memalingkan perhatian dari kegiatan umum dalam kehidupan Muhammad itu kepada
kepribadiannya dan pengaruhnya dalam bidang moral dan sosial, tidaklah
selamanya mudah memperoleh titik temu antara kebencian teologis dari
penulis-penulis Barat pada masa lampau dengan apologi yang tidak meyakinkan
dari penulis-penulis pada zaman baru. Penelitian-penelitian sumber belum cukup
jauh membuat kita mampu membedakan dengan penuh keyakinan antara hadis yang
murni pada masa-masa permulaan dengan ciptaan-ciptaan belakangan. Mestilah
diakui bahwa tokoh Muhammad itu menderita sekali oleh omong kosong tentang
tetek bengek yang berkaitan dengan Muhammad oleh para pengikutnya pada
generasi-generasi belakangan.
Ungkapan tersebut menunjukkan bahwa Muhammad menjadi cacat
disebabkan oleh hadis-hadis yang diciptakan oleh generasi-generasi belakangan
guna mengkultuskan nabi Muhammad saw itu tetapi akibatnya justru menjadi
sasaran empuk dan sangat pahit bagi penulis Barat masa lampau[2].
Pernyataan Gibb tersebut tidak harus dibantah, memang harus diakui
bahwa banyak sekali hadis-hadis yang bersifat kultus serupa itu, yang tidak
dapat diterima akal, bahkan tidak masuk akal kebenarannya. Sebagai contoh pada
setiap perayaan maulid sering didengar hadis-hadis yang mengatakan bahwa saat
nabi Muhammad lahir maka api pujaan diseluruh kuil kaum Majusi di tanah Iran itu
padam, seluruh pohon dan batu Sujud sebagai rasa syukur kepada Tuhan atas
lahirnya Muhammad saw. Selain itu sewaktu nabi berada dibawah asuhan Halimah
dalam kelompok lingkungan Badui, tengah mengembalakan domba bersama Halimah
maka dua malaikat dating dan menelantangkan nabi Muhammad dan mengoperasikan
dadanya guna membersihkan dadanya agar hidup murni pada masa selanjutnya.
Sewaktu ikut kafilah dagang yang dipimpin pamannya Abu Thalib ke tanah Syam,
Syria dan Palestina maka selama sebulan dalam perjalanan ke Utara di padang
sahara yang gersang tandus dibawah sengatan matahari itu, Muhammad senantiasa
dilindungi oleh awan selama dalam perjalanan itu. [3]
Disamping itu banyak pula kisah-kisah ajaib lainnya menjelang nabi
Muhammad saw menjabat Risalah. Bahkan mengenai masa sesudah menjabat risalah
pun banyak sekali hadis-hadis yang sangat ajaib dari nabi. Misalnya hadis yang
diriwayatkan oleh al-Bukhari yang dikatakan berasal dari Ibnu Mas'ud bahwa
suatu tanda kebesaran nabi Muhammad saw adalah "bulan purnama pada suatu
malam belah dua dan sebelah diantaranya memasuki lengan baju nabi sebelah kanan
dan keluar kembali, dan yang sebelah lagi memasuki lengan baju sebelah kiri dan
keluar kembali.
Kisah-kisah ajaib serupa itu banyak dijumpai dalam sekian banyak
hadis yang diciptakan oleh generasi belakangan, bahkan dikatakan bahwa siapa
saja yang menggunakan nama nabi Muhammad untuk dirinya maka pada hari kemudian
akan diselamatkan dari api neraka. Jadi wajarlah bila hadis-hadis serupa itu
menjadi bahan sangat empuk bagi orientalis dimasa lampau untuk mengecam agama
Islam dengan sengitnya, yang biasa disebut Gibb dengan Odium Theologicum
(kebencian teologis).
Tetapi keliru sekali bila Gibb berpendapat bahwa penolakan terhadap
hadis-hadis serupa itu baru timbul dikalangan penulis-penulis muslim pada zaman
baru, penolakan terhadap hadis-hadis yang tidak masuk akal itu bermula sejak
abad ke-2 dan 3 Hijriah dan abad-abad selanjutnya yakni ditangan-tangan tokoh
terkemuka dari kalangan I'tizal yang pernah dinyatakan sebagai aliran
resmi dalam agama Islam pada masa Khaliah al-Makmun198-218 H sampai masa
khaifah al-Wasiq 227-232 H untuk menggantikan aliran sunni.
Terhadap hadis yang dikatakan berasal dari Ibnu Mas'ud itu,
al-Nazham mencemoohkannya dengan kalimat: "Jikalau betul Ibnu Mas'ud
mengucapkannya maka itu adalah kebohongan yang besar, Allah tidak akan membelah
bulan untuk Ibnu Mas'ud. Jikalau betul kejadian tersebut, kenapa orang banyak
tidak melihatnya? Kenapa orang banyak tidak menjadikan pristiwa ajaib untuk
dijadikan tahun sejarah, seperti halnya dengan tahun gajah? Kenapa tidaka ada
penyair pada waktu itu yang mengungkapkan dalam sajaknya? Kenapa seseorang kafir
pada waktu itu tidak memeluk Islam? Kenapa seseorang muslim pada waktu itu
tidak lantas menjadikannya alasan terkuat untuk mematahkan setiap yang
menyangkal? Demikian tulis Ibnu Qutaibah al-Dainuri dalam karyanya "Ta'wilu
Mukhtalifil Hadisi".
Serangan muhadisin yang gemar sekali menciptakan hadis-hadis ajaib
serupa itu, lebih panjang lebar dijumpai dalam karya terbesar Ibrahim al-Jahidz
yang berjudul al-Hayawani, dimana jahidz menuduh kaum al-Muhaddisin
tersebut sebagai kelompok yang kurang menggunakan pertimbangan akal. Didalam
jilid I, beliau menulis : "Jikalau terhadap setiap hadis yang disampaikan
itu mereka sudi menelitinya dari sudut sebab akibat dan dari sudut
pembuktian-pembuktian yang masuk akal, niscaya jumlah kepalsuan akan dapat
diperkecil, tapi kebanyakan hadis yang disampaikan itu sepi dari semuanya itu,
mereka hanya menampung rangkaian kalimatnya tanpa memperhitungkan sebab akibat,
apalagi akan meneliti pembuktiannya.
Demikian kecaman para cendekiawan Islam sendiri terhadap
hadis-hadis serupa sejak abad ke-2 dan ke-3 dan abad berikutnya. Jadi
sebenarnya apa yang menjadi sasaran para orientalis di Barat pada masa lampau itu, sudah jadi
sasaran dalam lingkungan dunia Islam sendiri sejak abad-abad permulaan Islam.[4]
Selain itu, Gibb juga memberikan beberapa ulasan mengenai hadis
yaitu :
1.
Gibb mengatakan bahwa idaman seorang sarjana ialah hidup menurut
contoh nabi saw, tanpa membahas apa sebab dan tujuannya. Yang dimaksud sarjana
menurut Gibb mungkin seorang ulama Islam yang cerdik. Seandainya yang dimaksud
demikian maka sesungguhnya Gibb telah melihat bahwa apa yang dikatakan,
dilakukan dan ditaqrir nabi diiyakan oleh para Ulama tanpa mengetahui sebab dan
tujuannya. Contoh yang khusus untuk nabi beristri 9, padahal menurut hokum
Islam beristri hanya dibatasi 4 orang saja. Dengan demikian apabila seorang
sarjana Islam meneladani contoh nabi tidak mengetahui sebab dan tujuannya, maka
menurut Gibb tidak benar barangkali bukan sarjana/ ulama melainkan
sarjana-sarjanaan atau ulama-ulamaan.
2.
Gibb mengatakan bahwa meriwayatkan jarh wa ta'dil kadang-kadang
dimasuki unsur subjektif. Para ulama hadis telah sepakat bahwa ulumul hadis
perdalam oleh orang-orang yang ingin mengetahui seluk beluk hadis sudah menjadi
kaidah umum bahwa ilmu hadis itu memang begini dan begitu keadaanya. Adapun
kalau bukhari dan Muslim itu bersifat subjektif dalam meriwayatkan hadis, itu
adalah tuduhan yang tidak tepat. Memang ada hadis-hadis yang dianggap sahih
oleh sebagian ulama, sedang sebagiannya tidak sahih, yang demikian itu terjadi
karena ketelitian, kecerdasan dan pandangan mazhabnya masing-masing.
3.
Gibb berkata bahwa ilmu yang membahas para perawi tentang
kejujuran, akhlak, keikhlasan dan kedhabitan itu ialah ilmu jarh wa ta'dil,
menurutnya ilmu yang membahas para
perawi tentang kejujuran, akhlak, keikhlasan dan kedhabitan itu adalah ilmu
rijalul hadis yang memiliki cabang ilmu jarh wa ta'dil.
4.
Hadis shahih ialah hadis yang sanadnya kembali tanpa sela sehingga
seorang sahabat dengan suatu rangkaian perawi yang masing-masingnya dapat
dipercayai, menurut Gibb kaidah itu memang benar namun belum sempurna.
Menurutnya kaidah yang benar adalah " Hadis shahih ialah hadis yang
diriwayatkan oleh orang-orang yang adil, sempurna ingtannya, bersambung
sanadnya tanpa ilat dan cacat.
5.
Gibb mengatakan bahwa pendewan hadis yang pertama adalah Bukhari.
Menurut Mustafa as-Siba'iy bahwa usaha pendewanan hadis itu berasal
dari khalifah Umar bin Abdul Aziz yang memerintahkanj kepada Gubernur Madinah
pada waktu itu Abu Bakar Ibn Hazm agar mengumpulkan hadis-hadis. Banyak orang
yang mengumpulkan hadis diantaranya Ibnu Syihab al-Zuhri, Imam Malik dan
sebagainya. Kemudian imam Bukhari mengumpulkan hadis-hadis yang sahih saja,
bukan pengumpul hadis yang pertama secara umum.[5]
C. Karya-karyannya
Semasa hidupnya
Gibb banyak memperoleh penghargaan dan gelar. Gibb sangat masyhur Karena banyak
karya-karyanya yang memiliki kualitas bagus. Tiga bidang yang menjadi pusat
kajiannya yaitu sastra Arab, sejarah Islam, dan pemikiran politik keagamaan
dalam Islam.
Karya pertama
Gibb adalah The Conquests in Central Asia yang di dalamnya menguraikan
korelasi antara berbagai kelompok yang turut bekerja sama. Pada tahun 1926 ia
mengeluarkan buku sederhana berjudul al-Adab al-Arabi, sebuah karangan
pendek yang ditujukan kepada pembaca berbahasa Inggris.
Kemudian
memfokuskan pikirannya dalam bidang
sejarah Islam, hal itu dibuktikannya dengan menerjemahkan sejarah Damaskus Ibnu
al-Qalansi kedalam bahasa Inggris, ia juga menerbitkan makalah yang berjudul
kekhalifahan Islam menurut pemikiran politik Ibnu Khaldun, kemudian di tahun
1937 ia menulis karangan tentang pandangan al-Mawardi tentang khalifah, tak
cukup sampai disitu ia juga meluncurkan karya yang monumental yang ditulis
bersama Harold Bowen dengan judul masyarakat Islam dan Barat : masyarakat islam
abad ke-18.
Selain itu,
terdapat karangan-karangan Gibb di bidang sejarah Islam dalam bentuk-bentuk
sederhana, seperti tafsir sejarah Islam di muat dalam jurnal of world
history, urgensi perkumpulan bagi Nasionalis yang di muat dalam Orientalia
Joanni Pedersen, perkembangan system hukum masa awal Islam yang dimuat pada
majalah Studia Islamica[6].
Sedangkan dalam
bidang agama Islam, Gibb memiliki dua buah karya yaitu Mohammedanism dan
modern trend in Islam, didalam karya-karya tersebut Gibb memaparkan
pandangan Islam modern dan kontemporer.
Selain itu Gibb
juga meluncurkan beberapa buku yaitu :
1. Thariqul Islam, buku tersebut
disusun bersama rekan-rekannya dan diterjemahkan dari bahasa Inggris ke dalam
bahasa Arab dengan judul tersebut.
2. Ittijahat
al-Hadisah fil Islam, terbit pada tahun 1947, dicetak ulang dan
diterjemahkan juga ke dalam bahasa Arab dengan judul tersebut.
3. al-Madzhad
al-Muhammadi.
4. Islam
wa Mujtama' Qharbi, terbit dalam beberapa edisi, rekan-rekannya juga
berpartisipasi dalam penyusunan buku tersebut, dia menulis artikel yang
beraneka ragam[7]
KESIMPULAN
Jika dicermati dari penjelasan-penjelasan diatas dapat diketahui
bahwa kecaman-kecaman sengit dan tuduhan yang dilontarkan oleh kaum orientalis
terhadap kepribadian Muhammad saw dan khususnya terhadap hadis itu pada umumnya
lebih disebabkan oleh kedangkalan pengetahuan mereka tentang Islam.
Hal itu terbukti, ketika tuduhan-tuduhan yang disodorkannya
mengenai hadis khususnya dengan mudah dapat dibantah (ditolak) oleh para
cendekiawan Islam. Dan pada akhirnya diantara kaum orientalis yang setelah
secara objektif dan jujur mempelajari sejarah kehidupan nabi Muhammad saw dan
sunnahnya merekapun mengakui kebesaran dan keunggulan yang dimiliki nabi
Muhammad saw dan kevalidan hadis nabi saw.
DAFTAR
PUSTAKA
as-Siba'iy, Musthafa, Sikap Para Orientalis Terhadap Islam, Jakarta:
PT Prasasti, 1983.
as-Syiba'i, Mustofa Hasan, Membongkar Kepalsuan Orientalisme, Yogyakarta:
tanpa tanggal, 1997.
Badawi, Abdurrahman, Ensiklopedi Tokoh Orientalis, Yogyakarta:
LKIS, 2003.
Iqbal, Mashuri Sirojuddin, Ringkasan dan Kritikan Terhadap Buku
Mohammedanism : Islam Dalam Lintasan Sejarah,Bandung: Sinar Baru, 1984.
Ja'far, Abidin, Orientalisme dan Studi Tentang Bahasa Arab, Yogyakarta:
Bina Usaha, 1987.
Sou'yb, M. Yusuf, Orientalisme dan Islam, Jakarta:
Bulan Bintang, 1995.
Zuhdi, Achmad, Pandangan Orientalis Barat Tentang Islam Antara
yang Menghujat dan Memuji, Surabaya: PT Karya Pembina Swajaya, 2004.
[1] Abdurrahman Badawi, Ensiklopedi
Tokoh Orientalis, (Yogyakarta: LKIS, 2003), cet ke-1, hlm 114-115. Lihat
juga Abidin Ja'far, Orientalisme dan Studi Tentang Bahasa Arab, (Yogyakarta:
Bina Usaha, 1987), cet ke-1, hlm 86.
[2] Achmad Zuhdi, Pandangan
Orientalis Barat Tentang Islam Antara yang Menghujat dan Memuji, (Surabaya:
PT Karya Pembina Swajaya, 2004), cet ke-1, hlm 135-137.
[5] Mashuri Sirojuddin Iqbal, Ringkasan
dan Kritikan Terhadap Buku Mohammedanism : Islam Dalam Lintasan Sejarah,(Bandung:
Sinar Baru, 1984), cet ke-1, hlm 52-57.
[7] Mustofa Hasan
as-Syiba'i, Membongkar Kepalsuan Orientalisme, (Yogyakarta: tanpa
tanggal, 1997), cet ke-1, hlm 46-47. Lihat juga Musthafa as-Siba'iy, Sikap
Para Orientalis Terhadap Islam, (Jakarta: PT Prasasti, 1983), cet ke-1, hlm
47.
No comments:
Post a Comment