PENDAHULUAN
Kehidupan bangsa Arab sebelum diutusnya
Rasulullah berada dalam kekacauan yang luar biasa. Mereka menyekutukan Allah,
banyak berbuat maksiat, tidak memiliki norma, percaya kepada khurafat, dan
berbagai bentuk kebobrokan moral lainnya.
Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi Wasallam,
yang merupakan nabi dan rasul terakhir, diutus di saat tiadanya para rasul.
Vakumnya masa itu dari para pembawa risalah dikarenakan Allah murka kepada
penduduk bumi baik orang Arab dan selainnya, kecuali sisa-sisa dari ahlul kitab
(Yahudi dan Nasrani) yang mereka telah meninggal.
Saat itu, memang hanya satu di antara dua orang
ahlul kitab yang berpegang dengan kitab yang sudah dirubah atau dihapus, atau
dengan agama yang punah, baik bangsa Arab atau lainnya. Sebagiannya tidak
diketahui dan sebagian yang lain sudah ditinggalkan. Akibatnya, seorang yang
ummi (tidak bisa baca tulis) hanya bisa bersemangat beribadah namun dengan apa
yang ia anggap baik dan disangka memberi manfaat baik berupa bintang, berhala,
kubur, benda keramat, atau yang lainnya.
Manusia saat itu benar-benar dalam kebodohan,
ucapan-ucapan yang mereka sangka baik padahal bukan, serta amalan yang disangka
baik padahal rusak. Paling mahirnya mereka adalah yang mendapat ilmu dari
warisan para nabi terdahulu namun telah samar bagi mereka antara haq dan batil.
Atau yang sibuk dengan sedikit amalan meski kebanyakannnya mengamalkan bid’ah
yang dibuat-buat. Walhasil, kebatilannya berlipat-lipat kali dari kebenarannya.
inilah gambaran ringkas keadaan manusia yang sangat parah saat itu, khususnya
di kota Makkah dan sekitarnya.
Berangkat dari permasalahan diatas, disini
penulis ingin sedikit mengupas lebih mendalam mengenai sifat-sifat nabi sebelum
diutus menjadi rasul yang terdapat dalam kitab muqaddimahnya sunan ad-Darimi
dengan nomor hadis 10-12.
PEMBAHASAN
A.
Sifat Nabi
Sebelum Diutus, hadis ke-10 dalam Muqaddimah Sunan ad-Darimi
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَزِيدَ
الْحِزَامِيُّ حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ عَمْرِو بْنِ أَبِي
قَيْسٍ عَنْ عَطَاءٍ قَالَ كَانَ رَجُلٌ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَهُ إِلَيْهِ حَاجَةٌ فَمَشَى مَعَهُ حَتَّى دَخَلَ قَالَ
فَإِحْدَى رِجْلَيْهِ فِي الْبَيْتِ وَالْأُخْرَى خَارِجَهُ كَأَنَّهُ يُنَاجِي
فَالْتَفَتَ فَقَالَ أَتَدْرِي مَنْ كُنْتُ أُكَلِّمُ إِنَّ هَذَا مَلَكٌ لَمْ
أَرَهُ قَطُّ قَبْلَ يَوْمِي هَذَا اسْتَأْذَنَ رَبَّهُ أَنْ يُسَلِّمَ عَلَيَّ
قَالَ إِنَّا آتَيْنَاكَ أَوْ أَنْزَلْنَا الْقُرْآنَ فَصْلًا وَالسَّكِينَةَ
صَبْرًا وَالْفُرْقَانَ اصْلً.
Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin
Yazid Al Hizami telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Sulaiman dari 'Amr bin
Abu Qais dari 'Atha`, ia berkata; Salah seorang sahabat Nabi shallallahu
'alaihi wasallam mempunyai keperluan dengan beliau. Ia berjalan bersama beliau,
sampai ketika sudah memasuki rumah dan salah satu kaki beliau berada di dalam
dan yang lainnya di luar rumah, seakan-akan Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bercakap-cakap dengan seorang laki-laki, setelah itu beliau menoleh
dan berbicara kepada sahabat tersebut: Tahukah anda siapa yang aku ajak bicara?
dia adalah malaikat yang aku belum pernah melihatnya sebelum ini, malaikat
tersebut meminta izin Rabbnya agar dapat mengucapkan salam kepadaku. Allah
berfirman: "Sesungguhnya kami mendatangimu atau menurunkan Al Qur'an
sebagai pemutus perkara dan As Sakinah sebagai kesabaran dan Al Furqon sebagai
pedoman[1].
sifat nabi yang saya pahami dari hadis diatas,
yaitu selalu terbuka dan tidak ada yang dirahasiakan yang membuat sahabat
negative thinking atau dengan kata lain beliau bersifat al-Amin.
a.
Al-amin
Al-amin atau amanah artinya dapat dipercaya[2], Jauh
sebelum menjadi Rasul beliau sudah diberi gelar al-Amin (yang
dapat dipercaya). Sifat amanah inilah yang dapat mengangkat posisi Nabi di atas
pemimpin umat atau nabi-nabi terdahulu. Pemimpin yang amanah yakni pemimpin
yang benar-benar bertanggungjawab pada amanah, tugas dan kepercayaan yang
diberikan Allah swt yang dimaksud amanah dalam hal ini adalah apapun yang dipercayakan
kepada Rasulullah saw yang meliputi segala aspek kehidupan.
Firman Allah yang berbicara tentang al-Amin
yang diemban oleh setiap manusia terdapat dalam surat Al-Ahzab 72, bunyinya:
إِنَّا
عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ
أَن يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا
الْإِنسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا.
Artinya :“Sesungguhnya kami telah mengemukakan
amanat kepada langit, bumi, dan gunung, maka semuanya enggan untuk memikul
amanah itu dan mereka khawatir akan menghianatinya dan dipikullah amanat itu
oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan bodoh”. (QS. Al-Ahzab:
72).
Berdasarkan ayat di atas menyatakan bahwa
setiap manusia mempunyai amanah yang harus dipertanggungjawabkan kepada Allah swt.
walau sekecil apapun amanat itu.
Sifat amanah yang ada pada diri nabi Muhammad
saw. Memberi bukti bahwa beliau adalah orang yang dapat dipercaya, karena mampu
memelihara kepercayaan dengan merahasiakan sesuatu yang harus dirahasiakan dan
sebaliknya selalu mampu menyampaikan sesuatu yang seharusnya disampaikan.
Sesuatu yang harus disampaikan bukan saja tidak ditahan-tahan, tetapi juga
tidak akan diubah, ditambah atau dikurangi. Demikianlah kenyataannya bahwa setiap
firman selalu disampaikan nabi sebagaimana difirmankan kepada beliau. Dalam
peperangan beliau tidak pernah mangurangi harta rampasan untuk kepentingan
sendiri, tidak pernah menyebarkan aib seseorang yang datang meminta nasihat dan
petunjuknya dalam menyelesaikannya dan lain-lain.
Dalam riwayat lain beliau juga terlihat sifat
al-Aminnya yaitu ketika beliau berdagang, beliau selalu jujur, mengatakan apa
adanya sesuai kondisi barang serta tidak pernah menaikan harga melainkan
mengatakan harga modalnya[3].
Dari situlah, ada sedikit gambaran sifat
al-Amin nabi pada hadis ini, yang mana nabi tidak mau membuat sahabat penasaran
atau berpikiran yang bukan-bukan kepada nabi saw.
B.
Sifat Nabi
Sebelum Diutus, hadis ke-11 dalam Muqaddimah Sunan ad-Darimi
أخبرنا مجاهد بن موسى ثنا ريحان هو ابن سعيد ثنا عباد هو
ابن منصور عن أيوب عن أبي سلامة عن أبي قلابة عن عطية انه سمع ربيعة الجرشي يقول
أتي النبي صلى الله عليه وسلم فقيل له لتنم عينك ولتسمع أذنك وليعقل قلبك قال :
فنامت عيناي وسمعت أذناي وعقل قلبي قال : فقيل لي سيد بنى دارا فصنع مأدبة وأرسل
داعيا فمن أجاب الداعي دخل الدار وأكل من المأدبة ورضي عنه السيد ومن لم يجب
الداعي ولم يدخل الدار ولم يطعم من المأدبة وسخط عليه السيد قال : فالله السيد
ومحمد الداعي والدار الإسلام والمأدبة الجنة.
Telah
mengabarkan kepada kami Mujahid bin Musa telah menceritakan kepada kami Raihan
Ibnu Sa'id telah menceritakan kepada kami 'Abbad Ibnu Mansur dari Ayyub dari
Abu Qilabah dari 'Athiyah bahwasanya ia mendengar Rabi'ah Al Jurasyi berkata;
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam didatangkan lalu dikatakan kepada beliau,
silahkan mata baginda tidur, telinga baginda mendengar, dan hati baginda
berpikir. Beliau berkata: maka mata saya melihat, telinga saya mendengar, dan
hati saya berpikir. Ia berkata; saya memperoleh informasi "Ada seorang
Tuan yang membangun rumah, lalu menyediakan jamuan, kemudian ia mengutus
seorang untuk mengundang ke jamuan, barang siapa yang menyambut seruan penyeru
dan memasuki rumah lalu makan hidangan maka baginda tersebut akan ridla kepadanya.
Sebaliknya barang siapa yang tidak menyambut seruan penyeru dan tidak masuk ke
rumah serta tidak makan hidangan, maka Tuan akan marah kepadanya. Lalu ia
berkata: Tuan tersebut adalah Allah Subhanahu Wa Ta'ala, penyerunya adalah
Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, rumahnya adalah Islam, dan hidangannya
adalah surga[4].
Sifat
yang saya tangkap dari hadis diatas adalah nabi selalu ingat kepada Allah
(berdzikir) walaupun matanya tertutup dalam arti nabi selalu ingat kepada Allah
dalam setiap keadaan.
a.
Selalu Ingat
Kepada Allah dalam setiap Keadaan
Nabi
saw telah menghimpun banyak kelebihan dari berbagai lapisan manusia selama
pertumbuhan beliau. Beliau selalu menjadi sosok yang unggul dalam pemikiran
yang jitu, pandangan yang lurus, mendapat sanjungan karena kecerdikan,
kelurusan pemikiran, serta ketepatan dalam pemikiran. Dan salah satu sifat yang
paling menonjol (signifikan) pada beliau sebelum diutus menjadi rasul adalah
selalu ingat kepada Penciptanya (dzikrullah).[5]
Selalu
ingatnya beliau kepada Tuhan terlihat dari kondisi zamannya yang pada waktu itu
lagi maraknya khufarat, minum khamar, menyembah berhala, dan segala bentuk
macam maksiat. Beliau selalu merasa risih terhadap masalah tersebut dan lebih
senang dalam kesendiriannya beribadah kepada Allah swt.
Lebih-lebih
ketika beliau sudah diutus menjadi rasul, Dalam riwayat lain juga disebutkan,
walaupun mata nabi tidur tetapi hatinya senantiasa ingat kepada Allah swt. Dari
Syarik bin Abdullah bin Abu Namir aku mendengar Malik bin Anas bercerita kepada
kami tentang malam saat nabi saw isra dari masjid Ka'bah, tiga orang mendatangi
beliau sebelum wahyu diturunkan kepadanya, sementara beliau tidur di Masjid
al-Haram, yang pertama orang diantara mereka berkata " orang yang
bagaimana dia diantara mereka? Yang pertengahan diantara ketiganya berkata,
"dia sebaik-baik mereka, yang terakhir berkata ambilah orang terbaik
diantara mereka. Maka demikianlah kejadiannya. Lalu beliau tidak melihat mereka
hingga akhirnya mereka datang di suatu malam sebagaimana dilihat oleh hatinya.
Nabi saw tidur kedua matanya tetapi hatinya tidak tidur. Lalu Jibril
mengambilnya kemudian membawanya ke langit.
Kedua
matanya tertidur namun hatinya tidak tidur, itu merupakan sebuah kekhususan
nabi dari umatnya, selain itu menjadi
kekhususan beliau diantara para nabi[6].
C.
Sifat Nabi
Sebelum Diutus, hadis ke-12 dalam Muqaddimah Sunan ad-Darimi
أخْبَرَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ
حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ عَنْ جَعْفَرِ بْنِ مَيْمُونٍ التَّمِيمِيِّ عَنْ
أَبِي عُثْمَانَ النَّهْدِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ خَرَجَ إِلَى الْبَطْحَاءِ وَمَعَهُ ابْنُ مَسْعُودٍ فَأَقْعَدَهُ
وَخَطَّ عَلَيْهِ خَطًّا ثُمَّ قَالَ لَا تَبْرَحَنَّ فَإِنَّهُ سَيَنْتَهِي
إِلَيْكَ رِجَالٌ فَلَا تُكَلِّمْهُمْ فَإِنَّهُمْ لَنْ يُكَلِّمُوكَ فَمَضَى
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَيْثُ أَرَادَ ثُمَّ جَعَلُوا
يَنْتَهُونَ إِلَى الْخَطِّ لَا يُجَاوِزُونَهُ ثُمَّ يَصْدُرُونَ إِلَى
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى إِذَا كَانَ مِنْ آخِرِ
اللَّيْلِ جَاءَ إِلَيَّ فَتَوَسَّدَ فَخِذِي وَكَانَ إِذَا نَامَ نَفَخَ فِي
النَّوْمِ نَفْخًا فَبَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مُتَوَسِّدٌ فَخِذِي رَاقِدٌ إِذْ أَتَانِي رِجَالٌ كَأَنَّهُمْ الْجِمَالُ
عَلَيْهِمْ ثِيَابٌ بِيضٌ اللَّهُ أَعْلَمُ مَا بِهِمْ مِنْ الْجَمَالِ حَتَّى
قَعَدَ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ عِنْدَ رَأْسِهِ وَطَائِفَةٌ مِنْهُمْ عِنْدَ
رِجْلَيْهِ فَقَالُوا بَيْنَهُمْ مَا رَأَيْنَا عَبْدًا أُوتِيَ مِثْلَ مَا
أُوتِيَ هَذَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ عَيْنَيْهِ
لَتَنَامَانِ وَإِنَّ قَلْبَهُ لَيَقْظَانُ اضْرِبُوا لَهُ مَثَلًا سَيِّدٌ بَنَى
قَصْرًا ثُمَّ جَعَلَ مَأْدُبَةً فَدَعَا النَّاسَ إِلَى طَعَامِهِ وَشَرَابِهِ
ثُمَّ ارْتَفَعُوا وَاسْتَيْقَظَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عِنْدَ ذَلِكَ فَقَالَ لِي أَتَدْرِي مَنْ هَؤُلَاءِ قُلْتُ اللَّهُ
وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ هُمْ الْمَلَائِكَةُ قَالَ وَهَلْ تَدْرِي مَا الْمَثَلُ
الَّذِي ضَرَبُوهُ قُلْتُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ الرَّحْمَنُ بَنَى
الْجَنَّةَ فَدَعَا إِلَيْهَا عِبَادَهُ فَمَنْ أَجَابَهُ دَخَلَ جَنَّتَهُ وَمَنْ
لَمْ يُجِبْهُ عَاقَبَهُ وَعَذَّبَهُ
Telah
mengabarkan kepada kami Al Hasan bin 'Ali telah menceritakan kepada kami Abu
Usamah dari Ja'far bin Maimun At Tamimi dari Abu Utsman An Nahdi Bahwa
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam keluar ke Bathha` dan bersamanya Ibnu
Mas'ud Radliyallahu'anhu, lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pergi
menuju Bathaa bersama ibnu Mas'ud, lalu beliau mengajak duduk Ibnu Mas'ud dan
membuat satu garis pembatas untuknya. Lalu berkata: Jangan sekali-kali kamu
tinggalkan tempat ini, karena beberapa orang laki-laki akan menemuimu yang kamu
tidak berbicara kepada mereka, dan mereka pun tidak akan berbicara kepadamu.
Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam meneruskan perjalanannya kemana
saja beliau kehendaki. Kemudian sampailah orang-orang tersebut pada garis
pembatas dan mereka tidak melewatinya, kemudian mereka pergi menuju Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam. Sampai ketika pada akhir malam beliau
mendatangiku lalu tidur dengan menjadikan pahaku sebagai bantalnya, dan beliau
apabila tidur terdengar hembusan nafasnya. Tatkala Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam sedang tidur di pahaku datanglah para lelaki seperti dengan
paras yang tampan memakai pakaian yang serba putih. Huuh, alangkah indahnya
mereka! sehingga segolongan dari mereka duduk di sisi kepala Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam dan segolongan yang lain di sisi kaminya lalu
mereka saling berkata: kami belum pernah mendapatkan seorang hamba yang diberi
anugerah seperti apa yang diberikan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
Orang ini matanya tertidur tapi hatinya dalam keadaan sadar, buatlah baginya
suatu perumpamaan. Baiklah, dia seperti seorang tuan yang membangun sebuah
istana, kemudian membuat hidangan lalu mengundang orang-orang untuk makan dan
minum, kemudian orang-orang tersebut naik ke langit. Lalu terbangunlah
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ketika itu lalu beliau berkata
kepadaku: tahukah kamu siapa mereka itu? lalu aku menjawab: Allah Subhanahu wa
Ta'ala dan Rasul-Nya yang lebih tahu. Lalu beliau berkata: mereka adalah
malaikat. Lalu beliau berkata lagi: tahukah anda apa yang diumpamakan? Aku
katakan Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya yang lebih tahu beliau
menjawab: Ar Rahman membangun surga, lalu menyeru (mengundang) hamba-hamba-Nya
kepadanya, barang siapa yang menyambut maka dia akan masuk surga dan barang
siapa yang menolak maka dia menghukum dan menyiksanya[7].
Dari hadis diatas saya memahami
bahwa sifat nabi yang digambarkan pada hadis ini adalah selalu ingat
kepada Allah serta murah hatinya sama pada pembahasan
sebelumnya.
a.
Murah Hati
Murah hati disini maksudnya adalah
dakwah, dakwah artinya mengajak, dakwahnya nabi disini sudah jelas dalam arti
yang positif (mengajak kepada kebaikan)[8]. walaupun perintah untuk
berdakwah belum turun tetapi tidak mau kalau beliau saja yang menikmati surga
melainkan mengajak semua orang untuk menikmatinya bersama.
Dalam riwayat lain dijelaskan, bahwa
Abu Hurairah menerangkan bahwa rasulullah saw mengumpamakan dirinya seorang
laki-laki yang menyalakan api. Setelah api menyala mulailah binatang-binatang
kecil seperti laron menyerbu lampu yang dinyalakan, lantaran matanya kurang
terang maka ingin terus mendapat cahaya dan dengan serta merta menyerbu api
itu.
Binatang-binatang itu apabila meihat
lampu di malam hari maka menyangka bahwa telah berada di dalam rumah gelap,
sedang lampu itu merupakan lubang yang tembus jalan keluar ke tempat yang
terang. Karena itu mereka terus menerus menyerbu kepada api yang disangkanya
lubang. Tetapi setelah dia melewati lampu nampaklah pula gelap, lalu dia
kembali kepada lampu. Manusia berusaha mengusir binatang-bintang kecil itu
tetapi tidak dapat diusir dan terus menyerbu ke dalam api itu.
Kemudian nabi menegaskan bahwa
beliau memegang pinggang para umatnya dan menarik mereka dari maksiat yang
menyebabkan mereka masuk neraka, tetapi ada orang-orang yang tidak dapat
tertarik terus menyerbu ke dalam maksiat sehingga terjerumuslah mereka ke dalam
api neraka[9].
Itulah sifat luar biasa yang
dimiliki oleh nabi, beliau murah hatinya, sehingga tidak mau merasakan
kenikmatan sendiri, selain itu juga berusaha untuk menyelamatkan orang yang
akan jatuh dalam kesengsaraan.
Selain itu, Hadis ini juga
mengisyaratkan kepada kita pentingnya untuk mentaati perintah rasulullah
saw.
Ada beberapa alasan mengapa kita
harus taat kepada rasulullah saw yaitu sebagai berikut :
1.
Karena perintah taat kepada rasulullah saw merupakan perintah Allah
swt.
2.
Karena rahmat Allah swt hanya akan diberikan kepada orang-orang
yang bertakwa dan beriman kepada Allah swt dan ayat-ayatnya, serta mentaati
rasuullah adalah salah satu bentuk ketakwaan seseorang kepada Allah swt dan
kepada ayat-ayatnya dalam al-Qur'an.
3.
Karena ketaatan kita kepada rasulullah saw merupakan sebuah jalan
untuk mendapatkan petunjuk dari Allah swt.
4.
Allah akan menimpakan azab yang sangat pedih kepada mereka yang
menentang atau menyalahi perintah Allah swt
5.
Ketaatan dan kepatuhan seseorang terhadap ketetapan rasulullah saw
merupakan salah satu syarat sahnya iman seseorang kepada Allah swt.
6.
Karena hanya dengan mengikuti atau mentaati Allah dan Rasulnya lah
kita akan memperoleh limpahan kasih saying dan ampunan Allah swt.[10]
PENUTUP
Nabi Muhammad saw merupakan sesosok manusia
yang menonjol di tengah kaumnya, karena sifat lemah lembut, akhlaknya yang
utama serta sifat-sifatnya yang lainnya.
Beliau
adalah orang yang paling utama kepribadiannya, serta paling terhormat dalam
pergaulannya, paling jujur perkataannya, paling terjaga jiwanya, paling terpuji
kebaikannya dan paling baik amalannya, dan pantas seluruh sanjungan yang
berbentuk "isim tafdhil" ditujukkan kepada beliau.
Sifat-sifat yang dimiliki beliau sebelum diutus
saja sudah menunjukkan betapa mulia dan luar biasanya beliau. Sebelum diutus
beliau sudah menyandang gelar al-Amin, dzikrullah, Murah Hati, dsb.
Semoga kita sebagai umatnya selalu berusaha
untuk meniru-niru akhlak dan sifat-sifat beliau dari segala aspek kehidupan
beliau.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taat
Kepada Allah swt & Rasulullah Muhammad saw, tt : tp, 2009.
ad-Darimi,
Abdullah Abdurrahman, Musnad ad-Darimi, ditahqiq Husain Salim Asad,
Kerajaan Arab Saudi: dar-al-Mugni, 1421.
al-Asqalani, Ibnu
Hajar, Fathul Baari, diterj Amiruddin, Jakarta Selatan: Pustaka Azzam,
2008.
al-Mubarakfuri,
Syafiyurrahman, Sirah Nabawiyah, diterj Kathur Suhardi, Jakarta
Timur:Pustaka al-Kautsar, 2009.
ash-Shiddieqy,
Tengku Muhammad Hasbi, Mutiara Hadis 6, (Semarang: PT Pustaka Rizky
Putra, 2003.
as-Shabuniy,
Muhammad Ali, Kenabian dan Para Nabi, diterj Arifin Jamian Maun, Surabaya:
PT Bina Ilmu, 1993.
Departemen
Pendidikan Nasional, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Sayyani, Musthafa,
Ringkasan Enam Sifat Sahabat, Bandung: Pustaka Ramadhan, tth.
Senali,
M. Syaifullah al-Aziz, Muhammad saw Sang Rasul, Surabaya: Putra Pelajar,
2001.
[1] Abdullah
Abdurrahman ad-Darimi, Musnad ad-Darimi, ditahqiq Husain Salim Asad,
(Kerajaan Arab Saudi: dar-al-Mugni, 1421), juz 1, cet ke-1, hlm 160.
[2] Departemen
Pendidikan Nasional, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2008), edisi ke-4, hlm 47.
[3] M. Syaifullah
al-Aziz Senali, Muhammad saw Sang Rasul, (Surabaya: Putra Pelajar,
2001), cet ke-1, hlm 34. Lihat juga Syaikh Syafiyurrahman al-Mubarakfuri, Sirah
Nabawiyah, diterj Kathur Suhardi, (Jakarta Timur:Pustaka al-Kautsar, 2009),
cet ke-2, hlm 55, lihat juga pada Muhammad Ali as-Shabuniy, Kenabian dan
Para Nabi, diterj Arifin Jamian Maun, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1993), cet
ke-1, hlm 69.
[4] Abdullah
Abdurrahman ad-Darimi, Musnad
ad-Darimi, hlm 160-161.
[5] Syaikh
Syafiyurrahman al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah, hlm 55.
[6] Ibnu Hajar
al-Asqalani, Fathul Baari, diterj Amiruddin, (Jakarta Selatan: Pustaka
Azzam, 2008), jil ke-18, cet ke-2, hlm 173-174.
[7] Abdullah
Abdurrahman ad-Darimi, Musnad ad-Darimi, hlm 161-162.
[8] Musthafa
Sayyani, Ringkasan Enam Sifat Sahabat, (Bandung: Pustaka Ramadhan, tth),
hlm 29
[9] Tengku
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Mutiara Hadis 6, (Semarang: PT Pustaka
Rizky Putra, 2003), hlm 511-512.
[10] Abdullah, Taat
Kepada Allah swt & Rasulullah Muhammad saw, (tt : tp, 2009), hlm 2-3.